Menindak lanjuti arahan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (pemda) seluruh Indonesia untuk mengendalikan dan menaikkan menjadi skala prioritas penanganan Tuberkulosis (TBC) di wilayahnya masing-masing.
“Ini disampaikan Mendagri saat memimpin Rapat Koordinasi atau Rakor Pengendalian Inflasi Daerah yang dirangkai dengan penanggulangan TBC secara virtual,” kata Penjabat (Pj) Gubernur Sultra Andap Budhi Revianto dalam pernyataan di Kendari.
Pada Rakor tersebut, lanjutnya, Menko PMK Muhadjir Effendy juga mengatakan Indonesia merupakan negara dengan estimasi kasus dan kematian tertinggi kedua di dunia penyakit TBC setelah India, perhitungan 1.040.000 kasus dengan kematian 134.000 kasus.
Sejalan dengan data Menko PMK, Menkes Budi Gunadi memaparkan bahwa pada tahun 2022, di estimasikan 10,6 juta orang menderita penyakit TBC, dengan jumlah 1,3 juta di antaranya wafat karena penyakit tersebut.
Didasari data yang dipaparkan oleh dua menteri tersebut, Mendagri dalam arahannya mengatakan agar pemerintah daerah bersinergi untuk menanggulangi TBC di daerahnya.
“Para Kepala Daerah agar menaikkan penanggulangan TBC menjadi skala prioritas, terus bekerja sama dan bersinergi dengan pihak terkait. Waspadai penyakit ini pada usia produktif, jangan sampai hal ini menjadi beban demografi bukan bonus demografi,” tegas Tito.
Mendagri meminta segera membuat Tim Penanganan TBC Daerah. “Saya juga akan terbitkan SE untuk guidance pelaksanaan tugas tim penanganan TBC daerah sebagai dasar pembiayaan tim melalui APBD dan atau anggaran lain, serta langkah teknis lainnya.”
Menanggapi arahan Mendagri, Andap Budhi menuturkan, saat ini jumlah kasus TBC di Provinsi Sultra sebanyak 2024 pasien.
Kasus terbanyak berada di Kota Kendari sebanyak 453 pasien dan kasus terendah di Kabupaten Konawe Kepulauan sebanyak 21 pasien.
“Untuk tingkat kesembuhan tertinggi berada di Kabupaten Buton Tengah sebesar 91% dan untuk yang terendah di Kabupaten Konawe Utara sebesar 59%, sedangkan angka kematian tertinggi di Muna sebesar 10 persen dan yang terendah di Buton Selatan sebesar 2%,” ungkapnya.
Saat ini, angka kematian akibat TBC di Provinsi Sultra sebesar 6% persen. “Kami akan terus berupaya dengan langkah-langkah strategis untuk menekan angka di bawah target, yakni 5%.”
Dia mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kendala dalam penanggulangan TBC di Sultra, yakni faktor Sumber Daya Manusia (SDM), logistik, laboratorium yang memadai, dan program yang belum optimal di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes).
Andap Budhi akan berkolaborasi dengan seluruh pihak terkait untuk menindaklanjuti arahan Mendagri dengan langkah-langkah yang akan dilaksanakan, yakni Pembentukan koalisi organsisasi TBC di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Memperluas layanan diagnosa dengan ketersediaan mesin tes cepat molekuler hingga level Puskesmas, dan Memperluas layanan pengobatan pasien resisten obat di lima kabupaten/kota.
Selain itu, Memaksimalkan dukungan partner Konsorsium Penabulu dengan mendorong ekspansi ke kabupaten/kota lainnya, Bimtek dalam rangka mendorong Kabupaten/Kota untuk maksimalkan APBD II guna penanganan program TBC dan Mendukung program inovasi untuk dilakukan percontohan bagi kabupaten/kota lainnya.
“Intinya, kami akan terus melakukan action untuk menindaklanjuti arahan Pak Mendagri dalam hal penanggulangan TBC di Provinsi Sultra,” tuturnya. BIG