Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Jakarta menetapkan sejumlah kebijakan relaksasi pajak daerah sebagai bentuk komitmen menghadirkan keadilan serta keberpihakan kepada masyarakat dan dunia usaha.
Hal tersebut disampaikan Gubernur Jakarta Pramono Anung di Balai Kota Jakarta, baru – baru ini.
Kebijakan relaksasi pajak daerah mencakup pengurangan hingga pembebasan beberapa jenis pajak daerah, yaitu Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nomor Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Kesenian dan Hiburan, serta Pajak Reklame.
“Saya telah menandatangani Keputusan Gubernur tentang Pengurangan dan Pembebasan Pajak Daerah sebagai bentuk komitmen mendukung pemungutan pajak yang adil dan proporsional,” jelasnya.
Relaksasi pajak juga dilakukan untuk mendukung dunia usaha yang saat ini perlu insentif dengan harapan, kebijakan ini berpengaruh signifikan dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Jakarta.
“Pemprov Jakarta mempertahankan pengurangan yang sudah diberikan sebelumnya dan mengembangkan kebijakan yang sudah ada dengan harapan semakin memberikan semangat bagi para pelaku dunia usaha dalam menjalankan usahanya,” tuturnya.
Adapun kebijakan relaksasi pajak daerah, terdiri atas:
Pertama, relaksasi BPHTB berupa pengurangan tarif sebesar 50%. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tarif BPHTB sebesar 5 persen untuk objek atau rumah pertama.
Dengan pengurangan tersebut, maka tarifnya menjadi 2,5%, termasuk perolehan hak dari Hak Pengelolaan Pemprov Jakarta.
“Ini akan berpihak pada keluarga muda dan generasi muda. Harapannya, bisa meringankan beban keluarga muda dan generasi baru Jakarta dalam membeli rumah pertama, sehingga mereka lebih mudah memiliki tempat tinggal layak dan memulai kehidupan mandiri,” tutur Gubernur Pramono.
Kedua, pengurangan PBB P2 sampai dengan 100% untuk penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah swasta yang berbentuk yayasan.
Sebelumnya, PBB P2 diberikan pengurangan sebesar 50%. “Tujuannya, agar sekolah – sekolah swasta bisa fokus pada peningkatan kualitas pendidikan tanpa terbebani pajak yang tinggi, sehingga biaya sekolah bisa lebih terjangkau bagi orang tua,” ujarnya.
Ketiga, pengurangan PBJT Kesenian dan Hiburan sebesar 50% untuk pertunjukan film di bioskop, pertunjukan seni budaya untuk edukasi, amal dan sosial.
Kebijakan ini untuk mendukung dunia kreatif dan kebudayaan, sekaligus membuka akses hiburan dan edukasi yang lebih murah bagi masyarakat luas.
Keempat, pembebasan Pajak Reklame untuk objek yang berada di dalam ruang, seperti di dalam kafe, restoran dan ruko.
“Dengan begitu, pelaku usaha kecil maupun menengah bisa lebih mudah mempromosikan usahanya tanpa terbebani biaya tambahan, sehingga usaha bisa lebih berkembang dan ramai pengunjung,” ungkap Pramono.
Kelima, kendaraan bermotor yang nilainya di bawah harga pasar juga berhak memperoleh pengurangan PKB.
Harapannya, relaksasi ini membantu masyarakat yang memiliki kendaraan lama atau sederhana tetap bisa membayar pajak dengan lebih ringan, tanpa khawatir memberatkan kondisi ekonomi keluarga.
“Selebihnya, pengurangan atau pembebasan eksisting dipertahankan, seperti pembebasan PBB untuk veteran pejuang, keluarga tidak mampu, dan korban bencana alam,” tuturnya.
Selain itu, untuk kemudahan administrasi, pengurangan, dan pembebasan, diberikan tanpa melalui permohonan atau secara jabatan, sehingga lebih sederhana dan pasti. Namun, untuk kondisi tertentu, dapat melalui permohonan Wajib Pajak.
“Dengan keberpihakan yang nyata, membuktikan bahwa kami, Pemerintah Provinsi Jakarta, hadir dan mendukung warga. Diharapkan, insentif ini meringankan beban warga dan menjadi pemicu untuk membuat dunia usaha lebih bergeliat, sehingga pergerakan ekonomi di tengah masyarakat semakin bertumbuh,” kata Pramono. BIG