Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguna (BPKP) melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Se-Kabupaten Semarang, Provinsi jawa Tengah.
Namun, ada sebanyak 362 Bumdes di tanah air yang menjadi sampel pengamatan dari BPKP.
Anggota tim sosialisasi pengelolaan Bumdes dari BPKP Perwakilan Jawa Tengah Taufik Maulana HS menyatakan, hasilnya dari pengamatan tersebut, ditemukan enam hal pokok penyebab pengelolaan Bumdes tidak efektif.
“Sebagian di antara Bumdes itu belum berbadan hukum. Sehingga, sulit untuk mengakses permodalan dari lembaga perbankan,” kata Taufik di aula Kantor Desa Jetis, Bandungan, baru-baru ini.
Di hadapan seratusan pengelola Bumdes se-Kabupaten Semarang, Taufik menjelaskan, faktor perencanaan bisnis dan pengembangan potensi desa juga masih menjadi titik lemah. Mereka belum bisa mengembangkan sumber daya khas desa menjadi usaha produktif.
Selain itu, lanjutnya, para pengelola juga merasa kesulitan melakukan pemasaran, karena tidak mampu bersinergi dengan pihak ketiga. Sehingga, seringkali produk hanya laku di pasar lokal.
“Penyusunan laporan keuangan yang sesuai ketentuan, juga masih menjadi PR para pengelola Bumdes,” ujarnya.
Bertolak dari kondisi itulah, BPKP menyiapkan tim untuk melakukan sosialisasi pengelolaan Bumdes, agar kinerja Bumdes dapat meningkat dan mendukung Pendapatan Asli Desa (PADes).
Bupati Semarang melalui Asisten Pemerintahan dan Kesra Rudi Susanto berharap, dengan adanya sosialisasi terkait pengelolaan Bumdes, pengelolaan keuangan Bumdes di Kabupaten Semarang dapat berjalan baik.
“Para pengelola diharapkan paham tentang tata cara manajerial dan pelaporan keuangan, agar terhindar dari masalah hukum. Sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan warga desa,” jelasnya.
Subkoordinator Ekonomi Desa Dispermasdes Kabupaten Semarang Ari Setyorini menjelaskan, beberapa Bumdes mampu mengembangkan usaha produktif, di antaranya Bumdes Aji Bodronoyo Desa Sumowono yang mengelola pasar desa.
Bumdes Mutiara Artha Desa Batur Getasan dan Bumdes Sidosari Desa Pringsari, Pringapus, yang mengelola usaha koperasi simpan pinjam.
Ada pula Bumdes Bangun Jaya yang mengelola pusat wisata dan kuliner di Desa Kesongo, Tuntang.
“Sebagian Bumdes itu bahkan telah memberikan kontribusi bagi pendapatan asli desa,” ungkapnya. BIG