advertisements
advertisements
Opini

Evaluasi Program Transportasi Umum Skema Buy The Service

×

Evaluasi Program Transportasi Umum Skema Buy The Service

Sebarkan artikel ini

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para kepala daerah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menahan laju inflasi akibat penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Pemerintah dengan Gubernur dengan Bupati dan Wali Kota juga bergerak, ongkos transportasi, barang-barang yang mengalami kenaikan itu ditutup dari APBD, Ini juga akan mengurangi kenaikan harga barang dan jasa (Balikpapan, Kalimantan Timur, 25/10/2022)

Modal share angkutan umum  banyak kota di manca negara, seperti Singapura, Tokyo, Hongkong, Seoul, Beijing sudah di atas 50%. Bahkan, di Kuala Lumpur dan Bangkok kisaran 20%-50%.

Sementara itu, kota di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Palembang, Semarang, Surabaya, Denpasar, Makassar kurang dari 20%. Belum lagi banyak kota di Indonesia yang sudah tidak ada lagi layanan transportasi umum, yang masih tersisa dengan armada bus yang bagus di Indonesia adalah transportasi umum antar kota antarprovinsi.

Kerugian ekonomi akibat kemacetan di Jakarta Rp65 triliun per tahun. Kota Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, Makassar sudah mencapai Rp12 trilun per tahun sudah melebihi APBD kotanya.

Namun, upaya untuk mengembalikan layanan transportasi umum masih belum memberikan hasil yang maksimal.

Berdasarkan data Kementerian ESDM tahun 2012, alokasi BBM terbesar digunakan terbanyak oleh kendaraan pribadi (53% mobil dan 40% sepeda motor) dan angkutan barang 4%. Sisanya 3% digunakan oleh transportasi umum.

Negara ini perlu melakukan penghematan BBM, lantaran sekarang 50% lebih BBM sudah impor. Satu-satunya yang dapat dilakukan itu adalah memperbanyak layanan transportasi umum di seluruh pelosok negeri. Agar penggunaan BBM lebih hemat dan subsidi BBM dari APBN berkurang.

Penyediaan transportasi umum perkotaan berdasarkan amanah Pasal 158 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum di kawasan perkotaan. Diperkuat dengan Peraturan Menteri Nomor 9 tahun 2020 tentang Pemberian Subsidi Angkutan Penumpang Umum Perkotaan.

Program Buy the Service (BTS) dilakukan dengan membeli layanan dari operator (mensubsidi 100% biaya operasional kendaraan) dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan. Pemerintah menjadi  penanggung risiko penyediaan layanan angkutan dikarenakan tingginya Biaya Operasional Angkutan Massal.

Pemerintah memberikan lisensi pelaksanaan  pelayanan kepada operator yang memenuhi Standar Pelayanan Minimal.

Sejak tahun 2022, ada 11 kota yang sudah menerima bantuan penyelenggaraan transportasi umum perkotaan.

Sebanyak 10 kota Program Teman Bus disubsidi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan satu kota oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).

Ke-10 kota (Medan. Palembang, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Banjarmasin, Denpasar, dan Makassar) itu memiliki 48 koridor dilayani 741 armada bus dan 111 armada angkutan pengumpan (feeder).

Program Bis Kita untuk Trans Pakuan di Kota Bogor (disubsidi melalui BPTJ) memiliki empat koridor dengan 49 armada bus.

Saat ini, sudah ada 11 pemda yang sudah mandiri mengelola transportasi umumnya, seperti Trans Koetaradja (APBD Provinsi Aceh), Trans Padang (APBD Kota Padang), Trans Metro Pekanbaru (APBD Kota Pekanbaru), dan Tayo (APBD Kota Tangerang).

Selain itu, Trans Semarang (APBD Kota Semarang), Trans Jateng (APBD Provinsi Jateng), Trans Jogja (APBD Provinsi DIY), Trans Jatim (APBD Provinsi Jatim), Surabaya Bus (APBD Kota Surabaya), Trans Banjarmasin (APBD Kota Banjarmasin), Trans Banjarbakula (APBD Provinsi Kalsel). Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang pernah memberikan subsidi untuk Trans Musi, tapi sejak tahun 2022 dihentikan.

Alokasi anggaran subsidi untuk program ini melalui Dirjenhubdat dimulai tahun 2020 untuk lima kota (Medan, Palembang, Yogyakarta, Surakarta dan Denpasar) sebesar Rp56,9 miliar, tahun 2021 untuk 10 kota sebesar Rp292,7 miliar, tahun 2022 (Rp550 miliar) dan tahun 2023 (Rp625,7 miliar).

Hasil Evaluasi

Setelah hampir tiga tahun beroperasi, Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan transportasi perkotaan di 10 kota.

Pertama, jumlah penumpang Program Teman Bus di 10 kota dengan skema BTS mengalami tren peningkatan. Adanya modal shifting dari pengguna kendaraan pribadi (roda dua atau empat) untuk berpindah menggunakan BTS.

Ada potensi peningkatan okupansi dan perbaikan kualitas layanan BTS. Sebanyak 62% penumpangnya beralih dari sepeda motor ke Bus BTS.

Kedua, kehadiran insfrastruktur utama dan pendukung. Infrastruktur pendukung BTS di daerah masih belum memadai, seperti akses trotoar dan halte. Desain halte belum memberikan kemudahan untuk akses dan rambu bus stop/penanda pemberhentian bus tidak terlihat/terpasang.

Ketiga, layanan BTS. Rute yang dipilih masih belum sesuai demand. Masih ada trayek BTS Teman Bus berhimpitan dengan trayek angkutan umum eksisting dan konflik dengan operator eksisting di beberapa kota/provinsi yang dilayani BTS masih terjadi.

Pada kondisi jam puncak (peak hour) sebagian besar rencana headway dan on time performance tidak terpenuhi akibat kemacetan lalu lintas dan parkir di badan jalan.

Keempat, dukungan pemerintah daerah. Pelaksanaan upaya push and pull dalam mendukung layanan Teman Bus belum optimal. Kebijakan push and pull di tingkat daerah masih harus ditingkatkan, karena masih sebatas sosialisasi penggunaan  angkutan umum.

Kelima, kelembagaan operator dan pengelola transportasi publik. Beberapa kota/provinsi belum memiliki lembaga pengelola angkutan umum. Di beberapa daerah, operator eksisting sebagian besar masih berupa individu (pemilik dan pengemudi), sehingga sulit untuk membentuk konsorsium operator dan diajak bergabung dalam sistem.

Keenam, transfer pengelolaan dan pengoperasian BTS dari pemerintah pusat ke pemda. Pemberian subsidi pembelian layanan/BTS ini telah memberikan manfaat bagi masyarakat yang menjadi pengguna layanan.

Belum ada kejelasan terkait keberlanjutan program, jangka waktu pendanaan oleh pemerintah daerah di masa depan. Belum ada komitmen anggaran dari pemerintah daerah (pemda) dan DPRD (Provinsi/Kota/Kabupaten).

Dari 10 pemda yang diminta melakukan ambil alih (takeover) kelola BTS belum semua kepala daerah merespon. Trans Metro Deli akan diambil alih kelola Pemkot Medan tahun 2025, dua koridor feeder Trans Musi Jaya tahun 2023 oleh Pemkot Palembang, dan lima koridor Trans Metro Pasundan tahun 2028 oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.

Sebanyak tiga koridor Trans Banyumas tahun 2026 oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas, tiga koridor feeder Batik Solo Trans senilai Rp16 miliar per tahun oleh Pemkot. Solo, empat koridor Trans Banjarbakula tahun 2025 oleh Pemprov Kalimantan Selatan.

Upaya dan Tindak Lanjut
Pertama, pemilihan trayek/rute, harus didasarkan pada jumlah penumpang/demand dan kesiapan operator eksisting yang akan diikutsertakan. Program BTS harus sejalan dengan master plan perencanaan dan pengembangan angkutan umum di daerah.

Kedua, kolaborasi dan sinergitas dengan operator lokal. Operator angkutan umum eksisting harus dilibatkan dalam sistem BTS, karena mereka bukan pesaing, tapi sebagai mitra.

Ketiga, koordinasi antarpemangku kepentingan di daerah (DPRD, Bappeda, Dinas PU, Disdik, Kepolisian, Organda, operator eksisting, swasta dan media) untuk memastikan keberlangsungan program BTS, khususnya dalam penerapan kebijakan push and pull dan penyediaan infrastruktur pendukung BTS.

Keempat, komitmen, kesiapan finansial, dan kesiapan kelembagaan pemerintah daerah. Pemerintah daerah perlu menyiapkan tahapan pelaksanaan dan skema pendanaan program BTS, serta bantuan teknis terkait dengan pengembangan transportasi publik perkotaan.

Kelima, perbaikan Standar Pelayanan Minimal (SPM) BTS untuk memastikan tercapainya peningkatan kualitas layanan. Selain itu, operator juga mampu melakukan perbaikan kinerja operasional dan layanan secara proporsional.

Keenam, monitoring, pengawasan dan evaluasi berkelanjutan diperlukan untuk meningkatkan layanan dan untuk menilai efisiensi layanan, termasuk perbaikan operasional dan teknologi IT yang digunakan untuk sistem BTS.

(Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).

Facebook Comments Box