JOGJA MagzRegional

HUT Kota Yogyakarta Jadi Momentum Perubahan Fokus Pengelolaan Sampah

×

HUT Kota Yogyakarta Jadi Momentum Perubahan Fokus Pengelolaan Sampah

Sebarkan artikel ini
Kota Yogyakarta menjadi salah satu destinasi yang akan dilewati kereta api paket wisata. (dok. kai.id)

Peringatan Hari Jadi Kota Yogyakarta tahun 2025 pada 7 Oktober akan berbeda dengan tahun – tahun sebelumnya.

Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo menegaskan bahwa rangkaian kegiatan tidak lagi berorientasi pada hiburan semata, melainkan harus memberi manfaat nyata bagi masyarakat.

“Pak Mendagri selalu mengingatkan agar perayaan hari jadi jangan terlalu besar-besaran. Jangan hanya menampilkan pentas atau hiburan yang berlebihan, karena bisa menimbulkan kesan kontras dengan kondisi masyarakat. Hari jadi harus menjadi momentum perubahan,” ujarnya dalam rapat dinas di Kompleks Balai Kota, belum lama ini.

Salah satu kegiatan yang menjadi fokus adalah pengelolaan sampah organik.

Hasto menjelaskan, setiap perangkat daerah akan diberi tanggung jawab mendampingi satu kelurahan dalam upaya ini.

Prinsip utama yang ditekankan adalah sampah organik rumah tangga tidak boleh lagi menumpuk di depo, melainkan harus dikelola sejak dari sumbernya.

Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta juga menyiapkan berbagai solusi sederhana, di antaranya dengan memanfaatkan galon bekas yang dilubangi sebagai wadah pengomposan di rumah tangga dan membagikan 1.000 ember berkapasitas 25 kilogram kepada kelompok masyarakat.

Hasil pengolahan sampah organik ini bisa dimanfaatkan untuk pertanian terpadu maupun diolah secara komunal yang akan dibangun di sejumlah titik, termasuk di kawasan pasar.

“Kita ingin ini tidak hanya mengurangi beban sampah, tetapi juga menjadi bagian dari integrated farming program. Sampah bisa kembali menjadi pupuk yang bermanfaat untuk tanaman dan pertanian masyarakat,” jelas Hasto.

Dengan langkah ini, dia berharap jumlah sampah organik yang masuk ke depo bisa ditekan seminimal mungkin.

Saat ini, Kota Yogyakarta menghasilkan sekitar 300 ton sampah per hari, sedangkan kuota yang diperbolehkan masuk ke TPA hanya 600 ton per bulan.

“Kalau tidak dikelola dari hulu, depo pasti overload. Maka kita harus kreatif, gotong royong dan semua perangkat daerah harus turun langsung mendampingi kelurahan,” tegasnya.

Hal tersebut juga ditegaskan oleh Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya bahwa fokus utama pengelolaan adalah sampah organik, khususnya sampah organik basah.

Dari total timbulan sampah harian di Kota Yogyakarta yang mencapai sekitar 300 ton, diperkirakan 60 persen atau 180 ton merupakan sampah organik. Dari jumlah itu, sekitar 100 ton adalah sampah organik basah yang potensial direduksi.

“Target awal kita adalah reduksi minimal 60 ton sampah organik basah per hari. Mekanismenya, setiap gerobak pengangkut akan menampung sekitar 50 kilogram sampah organik. Jika dikalikan 1.200 gerobak, maka potensi reduksi mencapai 60 ton per hari,” ujarnya.

Lebih lanjut, Aman menjelaskan strategi distribusi sampah organik basah akan diarahkan pada pemanfaat atau off-taker, seperti sektor peternakan di wilayah aglomerasi Yogyakarta, termasuk Sleman dan Bantul.

“DLH akan berperan penting mencarikan off-taker setiap harinya agar 60 ton sampah organik ini tersalurkan dengan baik,” jelasnya.

Selain itu, Pemkot Yogyakarta juga menyiapkan sejumlah lomba lingkungan untuk mendorong partisipasi masyarakat.

Ada lima kategori yang dilombakan, yaitu pengelolaan sampah organik secara kolektif berbasis kemantren, reduksi suplai sampah melalui transporter, kebersihan lingkungan, termasuk penanganan sampah liar, lomba keluarga MAS JOS, yakni pilah, olah dan memanfaatkan sampah organik, serta penimbangan sampah anorganik massal berbasis bank sampah.

“Lomba ini bukan sekadar kompetisi, melainkan upaya membangun kesadaran kolektif masyarakat. Kita ingin mengukur seberapa besar kontribusi tiap wilayah dalam mengurangi timbulan sampah,” tuturnya. BIG

 

Facebook Comments Box