Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) mengubah strategi untuk mempercepar penanggulangan stunting.
Pencegahan stunting lebih diintensifkan dengan fokus pada lima sasaran, yakni remaja wanita, calon pengantin (catin), wanita usia subur yang menjadi pasangan usia subur, ibu hamil, ibu nifas, serta anak di bawah usia dua tahun (baduta).
Hal itu ditekankan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Provinsi Jateng Ema Rachmawati pada Forum Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Kabupaten/ Kota eks-Karesidenan Pekalongan, di Hotel Rgina Pemalang, baru-baru ini.
Dia mengakui, stunting menjadi isu politik yang sangat seksi. Beragam program dilakukan dengan melibatkan banyak pihak.
Bantuan makanan pun mengalir untuk anak-anak dengan risiko stunting maupun yang sudah stunting. Namun, upaya itu belum banyak menurunkan stunting.
“Jangan-jangan kita salah strategi,” ujar Ema.
Menurutnya, program penurunan stunting justru semestinya tidak terlalu fokus pada anak yang sudah stunting dan yang lebih penting justru cara agar anak tidak terlahir stunting.
Edukasi, lanjut Ema, mesti terus diintensifkan, terutama komunikasi antarpribadi, sehingga, bisa sekaligus mengevaluasi bahwa edukasi yang dilakukan benar-benar dapat diterima masyarakat.
“Modul pelatihan jangan kebanyakan teori. Langsung saja kader disuruh apa. Tim Pendamping Keluarga (TPK) diharapkan mampu menjelaskan edukasi gizi pada masyarakat,” tuturnya.
Tidak hanya itu, TPK juga mesti menguasai ukuran, yakni bisa mengukur Lingkar Lengan Atas (Lila), timbang badan, lingkar kepala, dan sebagainya. Semuanya dicatat dengan baik.
Mereka juga diharapkan mengerti kahanan, artinya harus tahu siapa saja di sekitarnya yang berisiko stunting, ketersediaan jamban, air bersih, dan lainnya.
“Untuk itu, TPK juga mesti mendapat pembekalan yang memadai. Lakukan pembelajaran dengan simulasi agar mereka benar-benar faham. Harus juga dilakukan review dan evaluasi model komunikasi yang dilakukan,” jelas Ema.
Hal senada juga disampaikan Ketua Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPKMI) Anung Sugihantono.
Menurutnya, stunting bukan hanya soal gizi atau kesehatan, namun menyangkut Sumber Daya Manusia (SDM), baik perilaku, edukasi, literasi, bahkan prestise masyarakat yang maju dan mandiri.
“Makanya penanganannya harus holistik integratif. Semua harus terjadi pada satu kesatuan waktu dan wilayah,” ujar Anung.
Oleh karena itu, mantan Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes ini menekankan pentingnya Care Stunting yakni CAri, temukan dan layani kelompok sasaran, REdefinisi pendekatan dengan penyelesaian faktor risiko ke arah hulu. Sasaran tak hanya diberi makanan tambahan, tapi juga diedukasi. TUNgguin dan pastikan makanan tambahan habis dikonsumsi sasaran dan TINGkatkan parisipasi masyarakat untuk ke posyandu.
“Jangan cuma membuat program, pastikan kegiatan bisa terlaksana dengan baik,” tutur Anung. BIG