JOGJA MagzRegional

Penguatan Literasi Diperlukan Untuk Tingkatkan Kualitas SDM

×

Penguatan Literasi Diperlukan Untuk Tingkatkan Kualitas SDM

Sebarkan artikel ini
Saat acara Peer Learning Meeting (PLM) Nasional 2023 yang diselenggarakan oleh Perpusnas di The Alana Yogyakarta Hotel & Convention Center. (dok. jogjaprov.go.id)

Lebih dari 55% orang Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan masih mengalami functionally illiterate, menurut The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).

Riset ini menunjukan, masyarakat kurang memahami isi bacaan dan literasi bagi orang dewasa (adult literacy) ternyata belum merata di Indonesia.

Berdasarkan fakta tersebut, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mendukung acara Peer Learning Meeting (PLM) Nasional 2023, yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas) di The Alana Yogyakarta Hotel & Convention Center, Sleman.

“Penguatan literasi sangat penting dilakukan, untuk mempercepat akselerasi pembangunan,” kata Sri Sultan.

Gubernur menjelaskan, saat ini masyarakat terjebak dalam trend information flood, sehingga mengakibatkan masyarakat terjebak dalam misinformasi, disinformasi, dan mal-informasi.

“Saat ini berita bohong lebih cepat menyebar daripada berita asli. Bahkan, 1% dari berita bohong yang paling populer berhasil menjangkau 1.000 hingga 10.000 pengguna, sedangkan berita asli sangat jarang menjangkau 1.000 pengguna,” ujarnya.

Hal tersebut menjadi alasan mengapa literasi dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

Penguatan literasi ini wajib didukung oleh perpustakaan yang berdayaguna, sehingga mampu membentuk tatanan masyarakat Indonesia yang lebih cerdas.

“Jadi, wajib bagi masyarakat untuk meningkatkan budaya baca dan optimalisasi potensi perpustakaan,” tegas Gubernur.

Saat ini, literasi berkaitan erat dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraan, bahkan tingkat literasi menunjukkan kualitas pendidikan.

Masyarakat yang berpendidikan, umumnya mendapatkan penghasilan layak dan lebih melek terhadap teknologi, sedangkan masyarakat dengan tingkat literasi rendah, cenderung mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan dengan bayaran yang layak dan untuk promosinya.

Semakin tinggi tingkat literasi, semakin tinggi standar hidup yang dapat diraih, sehingga pendidikan dasar perlu diprioritaskan, agar anak-anak bisa mendapatkan fondasi literasi yang baik.

Selain itu, literasi dapat mengangkat masyarakat dari jurang kemiskinan dan tidak hanya memperkaya kehidupan individu, tapi juga menciptakan peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan keterampilannya.

“Ini juga salah satu indikator kunci dari kondisi ekonomi, karena menjadi indikator kualitas Sumber Daya Manusia (SDM),” jelas Sri Sultan.

Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando menyatakan, acara ini digelar dengan tujuan untuk mengimplementasikan amanat Presiden dalam peningkatan kualitas SDM.

Kemampuan aksesibilitas literasi di Indonesia masih kurang, bahkan dari 10.000 responden anak Indonesia, hanya 15% yang memahami informasi dari teks yang dibaca dan ini tentu sangat memprihatinkan.

“Masih banyak peserta didik kita yang betul-betul belum memahami makna dari isi tulisan yang dibacanya. Ini yang harus kita perbaiki,” kata Syarif.

Terkait dengan menggandeng banyak pihak pada acara penguatan literasi ini, lanjutnya, literasi digital ini akan mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemi.

Hal itulah yang membuat Perpusnas menggandeng Kementerian Koperasi dan UKM untuk meningkatkan literasi para pelaku perekonomian.

Pemula yang belum punya usaha yang karena keterbatasan keterampilan dan skill itu mereka kesulitan untuk membuka usaha mikro.

Selain itu, Perpusnas juga bekerja sama dengan BKKBN guna menekan prevalensi stunting.

Perpusnas memastikan diri untuk memberikan kontribusi dan support sumber informasi, serta mengimplementasikan ilmu-ilmu terapan bagi masyarakat.

“Kita menghadirkan BKKBN karena punya program bagus untuk mengentaskan stunting, karena juga diakibatkan oleh faktor-faktor keterbatasan keterbatasan informasi,” ungkapnya.

Syarif menegaskan, saat ini perpustakaan bersifat inklusif dan perpustakaan tidak lagi eksklusif melayani orang-orang yang ada di civitas akademika saja, tapi menyasar kepada masyarakat masyarakat pedesaan yang jumlahnya sangat besar.

“Kami perpustakaan menjaga masyarakat, bukan sebaliknya, karena tidak ada lagi masyarakat yang ke perpustakaan, ini yang kita galakkan,” tutur Syarif. BIG

Facebook Comments Box