advertisements
advertisements
HukumJOGJA MagzRegional

Perkuat Sosialisasi Pemanfaatan TKD di DIY Minimalisir Korban

×

Perkuat Sosialisasi Pemanfaatan TKD di DIY Minimalisir Korban

Sebarkan artikel ini
Kawasan persawahan di Provinsi Yogyakarta. (dok. jogjaprov.go.id)

Maraknya kasus mafia Tanah Kas Desa (TKD) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), baik yang tidak mengantongi izin dan pemanfaatan tidak sesuai peruntukannya perlu menjadi perhatian serius tersendiri.

Mayoritas penyalahgunaan TKD tersebut berkedok investasi hunian murah. Berbagai upaya terus dilakukan diantaranya proses penindakan, penegakan hukum dan lainnya guna mencegah semakin merebaknya kasus mafia tanah, sekaligus meminimalisir masyarakat yang menjadi korban.

Upaya pemanfatan TKD tersebut harus diikuti penguatan sosialisasi secara intensif, penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan pelibatan masyarakat.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DIY Noviar Rahmad mengatakan, regulasi pemanfaatan TKD diatur melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 34 Tahun 2017 dan pemanfaatan tanah desa pun diatur dalam Pergub tersebut, kemudian Pergub Nomor 35 Tahun 2017 tentang Pola Hubungan Kerja dan Tata Cara Pemberian Fasilitasi Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.

Tanah Desa sesuai dengan Pergub Nomor 34 Tahun 2017 terdiri dari TKD, Pelungguh, Pangarem-arem dan Tanah untuk Kepentingan Umum.

Asal usul tanah desa sebagaimana dimaksud Pergub tersebut merupakan hak milik Kasultanan dan Kadipaten yang pemanfaatan diserahkan kepada Pemerintah Desa dan harus mendapatkan izin tertulis dari Kasultanan atau Kadipaten.

Mengenai tanah desa yang dibeli sendiri merupakan bagian yang terpisah dari aturan yang sudah atur.

“Sudah jelas diatur dalam Pergub Nomor 34 Tahun 2017 yang melakukan pengawasannya terkait pemanfatan TKD difasilitasi dinas yang tidak bisa bekerja sendiri,” ujar Noviar dalam situs jogjaprov.go.id

Menurutnya, Dinas harus mengajak instansi terkait salah satunya adalah Satpol PP DIY, sehingga kalau tidak menyentuh tanah desa tentu saja pihaknya melaksanakan tugas sesuai Pergub.

“Perihal pelanggaran yang terjadi, sanksi, larangan dan sebagainya juga sudah diatur semua Pergub tersebut,” ungkapnya.

Noviar menyatakan, dari kasus pelanggaran pemanfaatan TKD ini ada dua jenis pelanggaran.seperti menggunakan TKD tidak sesuai izin dan kedua.atau menggunakan TKD, tapi tidak memiliki izin. Pelanggaran lainnya adalah memperjualbelikan TKD.

Dari beberapa tempat besar-besar yang telah dilakukan tindakan penutupan baru yang tidak memiliki izin, tapi realitanya banyak bangunan yang kecil-kecil juga. Melihat kondisi tersebut maka dinas tidak bisa melakukan pengawasan sendiri, maka harus bekerja sama dengan dengan instansi lainnya, termasuk dengan Satpol PP DIY hingga pihak Kapanewon dan Kalurahan.

Dalam hal pemanfaatan TKD tidak bisa diserahkan kepada satu OPD saja, tetap harus ada koordinasi dengan OPD lain mulai dari proses perizinan dan seterusnya. Ketentuan pemanfaatan TKD sudah diatur dan bisa dibaca secara lengkap dalam Pergub No. 34 Tahun 2017.

“Jika semua prosedur sudah dilewati, saya rasa tidak akan ada persoalan. Yang lagi marak kasus sekarang ini terkait pemanfaatan TKD yang tidak memiliki izin dan tidak sesuai peruntukannya dengan membangun rumah rumah tinggal atau kawannya hunian yang kemudian diperjualbelikan,” tuturnya.

Usai melakukan penutupan atau penyegelan bangunan di atas lahan TKD yang tak berizin, diakui Noviar masih ada persoalan yang harus dihadapi masyarakat yang menjadi korbannya.

Problematika tersebut harus ada jalan keluarnya meskipun dari segi pertanggung jawaban berada di tangan pengembang. Namun, kehadiran pemerintah sangat diperlukan apakah dari Kalurahan bisa melakukan mediasi ataupun dari instansi terkait.

“Sayangnya belum ada solusi seperti itu. Kami di lapangan akan terus melakukan penertiban tetapi masalah korbannya tudak selesai justru akan menjadi bola salju,” ungkapnya. BIG

 

Facebook Comments Box