Introduksi teknologi menjadi kunci gaet milenial dan Gen Z untuk terjun ke dunia pertanian secara sukarela.
Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo Ganjar, saat menghadiri Soropadan Agro Festival (SAF) 2023 di Temanggung, Kamis (20/7/2023).
Dalam kesempatan itu, Ganjar menyempatkan berbincang dengan lima orang pemuda milenial yang berkecimpung dalam pertanian, satu di antaranya hasil didikan Kementrian Pertanian (Kementan).
“Saya baru saja ngobrol dengan lima petani muda, spiritnya bagus, satu di antaranya sekolah di Kementan. Jadi Kementan punya lembaga untuk mendidik mereka,” katanya di sela menghadiri Soropadan Agro Festival (SAF) 2023, dengan tema Regenerasi Petani Jateng Menuju Kedaulatan Pangan Nasional.
Dia menambahkan, selain kelima petani muda tersebut, masih banyak milenial yang berkecimpung dalam pertanian.
Hanya, lanjut Ganjar, secara umum masih perlu perubahan mindset di kalangan milenial dan Gen Z terkait dengan profesi sebagai petani.
“Mereka anak muda yang berkecimpung dalam pertanian, pada praktiknya banyak yang karena kepepet. Maka, sekarang tidak boleh ada ilmu kepepet. Mesti disiapkan betul,” ujar Gubernur Jateng dua periode itu.
Dituturkan Ganjar, rumus untuk mempersiapkan petani muda dari generasi milenial dan Gen Z adalah alih teknologi. Dikatakan, ketika introduksi teknologi ke dunia pertanian berhasil dilakukan, maka pertanian akan punya daya tarik lebih di mata anak-anak muda. Sebab, dunia milenial dan Gen Z tak bisa dilepaskan dari pesatnya kemajuan teknologi.
“Rumusnya tadi dari penyuluh bagus banget Pak, teknologi, nggak ada yang lain. Dan memang sudah saatnya percepatan alih daya teknologi pertanian ditingkatkan,” ungkapnya dalam situs jatengprov.go.id.
Ganjar menyampaikan, introduksi teknologi dalam pertanian tidak hanya terkait alat dan mesin pertanian (alsintan), tapi sampai dengan seluruh prosesnya, di antaranya dalam proses on farm saat ini sudah menggunakan sekolah iklim, lalu gunakan teknologi digital untuk pemantauan.
“Kemudian, perpaduan antara irigasi, pupuk, obat, bisa jadi satu. Bahkan dengan pola pertanian green house sangat bisa menarik anak muda untuk bertani, sehingga mereka punya komoditas,” tuturnya.
Ganjar juga menyoroti potensi ekonomi hortikultura, untuk menarik anak muda milenial dan Gen Z agar semangat bertani, karena hortikultura tak pernah terpengaruh musim.
“Kita mendekati El Nino ini, masih selalu bertahan. Bahkan, sejumlah komoditas buah-buahan sangat laku di pasaran. Kalau kita arahkan anak muda ke sana, rasa-rasanya akan tertarik,” jelasnya.
Memang, lanjut Ganjar, untuk lebih membuat milenial dan Gen Z tertarik, harus ada stimulan, pelatihan, dan pendampingan, serta ditambah pula dengan introduksi teknologi digital dalam dunia pertanian.
Di sisi lain, kata dia, ketersediaan pupuk juga harus diperhatikan. Diakui, secara nasional ketersediaan pupuk menjadi perhatian banyak kalangan.
“Iya, memang ada kekurangan pupuk, sehingga kita harus serius betul memperhatikan ini,” tegasnya.
Ganjar mengungkapkan, kekurangan pupuk dalam negeri karena sejumlah faktor. Antara lain, karena bahan dasar pupuk tidak tersedia dalam negeri, maka harus menjalin kerja sama dengan negara lain yang mempunyai sumber daya tersebut. Di sisi lain, gerakan pupuk organik mesti ditingkatkan di kalangan petani.
“Setidaknya ya separuh-separuh, tapi kita juga memproyeksikan menuju organik, karena sekarang sudah semakin canggih. Kalau dulu pakai pupuk organik menggunakan kuantitas yang besar, sekarang dengan fermentasi, dengan teknologi sudah masuk dalam bentuk cair. Dan itu sekarang mesti digenjot,” paparnya.
Ke depan, jelas Ganjar, pemerintah harus memberikan insentif pemakaian pupuk organik dengan sedikit paksaan, sehingga, petani yang menggunakan pupuk organik lebih banyak, dan hasilnya lebih bagus, juga bila dilihat dari sisi kesehatan.
“Dan tentu saja, hal itu bisa mengimbangi kekurangan pupuk. Karena memang, subsidi untuk pupuk ini dikurangi. Karena itu, soal pupuk kita harus lebih memperhatikan mulai dari sisi hulu, dengan segala cara,” tuturnya. BIG