JOGJA Magz

TPID Yogya Diharap Antisipasi Produk Sensitif Harga

×

TPID Yogya Diharap Antisipasi Produk Sensitif Harga

Sebarkan artikel ini
Pelaksanaan High Level Meeting (HLM) untuk monitoring dan evaluasi tingkat inflasi di Kota Yogyakarta. (dok. jogjakota.go.id)

Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Yogyakarta mengadakan High Level Meeting (HLM) untuk monitoring dan evaluasi tingkat inflasi.

Dalam rapat itu dipaparkan tingkat inflasi di Kota Yogyakarta sampai Juni 2025 masih terkendali.

Namun demikian, produk hasil bumi dari pertanian yang sensitif terhadap kenaikan harga perlu diantisipasi agar inflasi di Kota Yogyakarta tetap terkendali.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sampai Juni 2025, Kota Yogyakarta mengalami inflasi sebesar 0,28% month to month (mtm), sedangkan secara tahunan, inflasi Kota Yogyakarta mencapai 2,35% year on year (yoy).

Komoditas penyumbang inflasi di Kota Yogyakarta antara lain angkutan udara, cabai rawit, bawang merah dan kacang panjang.

“Banyak produk dan hasil bumi yang sensitif dengan kenaikan harga perlu kita antisipasi karena sangat berpengaruh pada kenaikan inflasi,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Wawan Harmawan dalam HLM TPID Kota Yogyakarta, baru – baru ini.

Menurutnya, masukan dan informasi dari Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY dalam HLM TPID Kota Yogyakarta sangat bermanfaat dan menjadi acuan tolak ukur dalam mengambil kebijakan.

Oleh sebab itu, dia menambahkan, pihaknya berharap TPID Kota Yogyakarta banyak menggali informasi dari BI DIY terkait inflasi.

Wawan mengapresiasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait di Pemkot Yogyakarta yang berupaya dalam pengendalian inflasi daerah.

“Kita juga perlu membangun ekosistem yang tangguh dari produksi, distribusi hingga konsumsi. Lebih mengintensifkan komunikasi dan sinergi kolaborasi dengan BI supaya lebih tepat dalam pengendalian inflasi,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan BI DIY Sri Darmadi Sudibyo menyebut inflasi yang terjadi secara tahunan di Kota Yogyakarta di angka 2,35% yoy masih berada pada rentang target inflasi yang terkendali.

Dia menilai sepanjang dalam koridor 2,5% plus minus 1, itu adalah yang terbaik.

“Karena tentu kalau inflasi terlalu rendah itu juga tidak nyaman, utamanya bagi pengusaha, tapi kalau terlalu tinggi juga tidak nyaman bagi masyarakat. Memang kita harus bisa mencari titik tengah yang betul-betul menarik untuk semua,” tutur Sudibyo.

Dia mejelaskan, tekanan inflasi DIY tahun 2025 diperkirakan tetap terjaga dengan prasyarat utama adanya kecukupan bahan pangan pokok.

Untuk diperlukan sinergi kebijakan lebih kuat antara pemerintah pusat, daerah dan Bank Indonesia melalui implementasi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

Selain itu, pengendalian inflasi dengan 4K, yaitu Keterjangkauan harga, Ketersediaan pasokan, Kelancaran distribusi dan Komunikasi efektif.

“Yogya ini sebagai kota pariwisata, sehingga kita perlu mencermati betul terkait dengan konsumsi (pangan). Karena tidak hanya dikonsumsi masyarakat Yogya, tapi juga oleh wisatawan. Ini yang perlu betul-betul kita perhatikan,” katanya.

Pelaksana Tugas Kepala Bagian Perekonomian dan Kerjasama Pemkot Yogyakarta Putut Purwandono menegaskan Pemkot Yogyakarta melakukan berbagai upaya, sinergi dan kolaborasi agar inflasi di Kota Yogyakarta tetap terkendali.

Mulai dari pemantauan harga dan ketersedian kebutuhan pokok secara rutin, operasi pasar, pasar murah sampai kerja sama antar daerah.

Terbaru Pemkot Yogyakarta melalui BUMD Jogjatama Vishesha telah mengembangkan Food Station yang bisa mendukung ketahanan pangan.

Menurut Putut, sebagai daerah yang tidak memproduksi bahan pangan Kota Yogyakarta melakukan kebijakan yang inovatif dalam pengendalian inflasi daerah.

“Sebagai contoh inovasi Warung Mrantasi dan Kios Segoro Amarto yang akan tetap kami terus melanjutkan karena memiliki peranan nyata dalam pengendalian inflasi di Kota Yogyakarta,” ujarnya. BIG

Facebook Comments Box