advertisements
advertisements
JATENG MagzRegional

Wilayah Provinsi Jateng Hadapi Ancaman Kekeringan

×

Wilayah Provinsi Jateng Hadapi Ancaman Kekeringan

Sebarkan artikel ini
Kebutuhan air bersih masyarakat saat musim kemarau dengan tersedianya air embung di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah (Jateng). (dok. jatengprov.go.id)

Puncak musim kemarau 2024 di Jawa Tengah diprediksi terjadi pada Juli 2024, sehingga Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) terus berupaya melakukan langkah antisipasi terhadap potensi bencana kekeringan maupun kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Tiap tahun kita menghadapi kekeringan dan musim hujan. Dalam menyikapi ancaman kekeringan, maka kita lakukan rapat koordinasi ini untuk persiapan lebih dini,” beber Penjabat (Pj) Gubernur Jateng Nana Sudjana saat Rapat Koordinasi Siaga Kekeringan bersama BNPB di Gradhika Bhakti Praja, Semarang.

Dia menambahkan, rapat koordinasi dengan stakeholder tersebut, juga sekaligus melakukan pendataan kesiapan sarana dan prasarana wilayah kabupaten/ kota.

Menurutnya, sebanyak 30 pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah sudah menetapkan status siaga darurat kekeringan, sedangkan lima wilayah lainnya belum menetapkan status darurat kekeringan, karena kondisinya masih aman.

Pemprov jateng terus berupaya melakukan penanganan terhadap daerah yang kekeringan.

Sesuai data per 22 Juli 2024, kata Nana, upaya droping air bersih sudah dilakukan di 10 kabupaten/kota, yang disalurkan untuk 25 kecamatan dan 33 desa terdampak kekeringan, dengan total penerima air bersih sejumlah 8.637 KK/26.725 jiwa.

Dia menjelaskan, berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau tahun 2024 akan lebih basah dan pendek dibandingkan kemarau tahun 2023, sedangkan puncak musim kemarau 2024 di Jateng, diprediksi terjadi pada Juli 2024.

Dalam kesempatan itu, Pj gubernur juga mengimbau kepada bupati/wali kota agar meningkatkan kewaspadaan potensi bencana kekeringan dan karhutla, memetakan daerah rawan bencana, serta melakukan langkah-langkah strategis penanganan.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah daerah juga diminta memanfaatkan embung, membuat sumur bor, memantau ketersediaan air bersih, mendistribusikan air bersih bagi masyarakat terdampak bencana kekeringan, melarang aktivitas penggunaan bahan yang mudah menimbulkan percikan api/kebakaran, dan lainnya.

“Ini perlu ada komunikasi dengan instansi terkait lainnya. Tidak mungkin pemerintah bekerja sendiri dalam menangani bencana,” ungkapnya.

Menurut Nana, upaya-upaya itu perlu dilakukan, mengingat pada tahun 2023 terdapat 34 kabupaten/kota di Jateng kekurangan air bersih pada saat kemarau.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto mengatakan, mulai Minggu ketiga Juli 2024, curah hujan di Jateng hanya 50 mm. Situasi tersebut menunjukkan sudah masuk musim kemarau.

“Meskipun tidak ada El Nino, bencana kekeringan di Jateng masih akan terjadi. Meskipun di awal sampai pertengahan tahun bencana di Jawa Tengah relatif tidak banyak, tetapi harus tetap waspada. Per hari ini sudah ada 30 daerah yang menetapkan siaga darurat kekeringan dan karhutla,” jelasnya.

Pada tahun 2023, lanjutnya, kekeringan dan kebakaran hutan, gunung, serta tempat pembuangan akhir sampah terjadi di Jateng.

Pemerintah telah mengantisipasi potensi bencana itu dengan berbagai upaya, di antaranya menyalurkan bantuan dari BNPB untuk 30 kabupaten/kota di Jateng, berupa peralatan dan anggaran operasional.

BNPB dan Pemprov Jateng juga akan membantu untuk distribusi air bersih dan penggalian sumur tersier, agar kebutuhan air saat musim kemarau teratasi.

“Pak Pj Gubernur Jateng tadi juga memberikan penekanan, kami sepakat akan memberikan bantuan distribusi air untuk daerah yang membutuhkan,” katanya. BIG

 

Facebook Comments Box