Pascagempa bumi dan tsunami yang terjadi di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 yang mengakibatkan kerusakan fasilitas dan bangunan yang cukup parah, termasuk ketiga pelabuhan di Palu, yaitu Pelabuhan Pantoloan, Donggala, dan Wani, saat ini telah memasuki masa akhir proses pengerjaan.
Sesuai amanat Presiden melalui Inpres Nomor 10 Tahun 2018 tentang percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di Provinsi Sulawesi Tengah, termasuk fasilitas transportasi di bandara dan pelabuhan, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menjalin kerja sama dengan Asian Development Bank (ADB).
Kerja sama itu untuk membenahi kerusakan infrastruktur dan fasilitas akibat bencana gempa bumi dan tsunami di Palu dan sekitarnya, yang beberapa di antaranya perbaikan fasilitas pelabuhan.
Melalui program Emergency Assistance for Rehabilitation and Reconstruction (EARR), Kemenhub optimis pengerjaan tiga pelabuhan di Teluk Palu dengan nilai investasi sebesar $68,36 juta atau sekitar Rp1 triliun segera beroperasi dan melayani penumpang pada Kuartal I/2024.
Direktur Kepelabuhanan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub M. Mashyud menjelaskan, seluruh paket pekerjaan telah berjalan.
Secara terperinci, pengerjaan paket Civil Works (CW) Sea Port 1: Works for Reconstruction of Donggala Port saat ini mencapai progress konstruksi 97,48%, sedangkan untuk pengerjaan paket Civil Works (CW) Sea Port 2: Works for Reconstrucion of Wani Port telah selesai 100% dan siap dioperasikan dan paket Civil Works (CW) Sea Port 3: Works for Reconstruction of Pantoloan telah dioperasikan sejak tahun 2022.
“Kemenhub melalui Ditjen Perhubungan Laut optimis ketiga pelabuhan tersebut dapat kembali melayani kegiatan kepelabuhanan baik mobilitas masyarakat maupun distribusi logistik di Kota Palu dan sekitarnya, pada kuartal pertama tahun ini,” ungkap Masyhud.
Pekerjaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pelabuhan Teluk Palu, tuturnya, merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dimana pemulihan infrastruktur pelabuhan menjadi sangat vital untuk pemulihan ekonomi masyarakat sekitar maupun pemerintah mengingat Pelabuhan Teluk Palu merupakan salah satu pelabuhan utama yang menjadi poros maritim di Indonesia.
Mashyud menambahkan, adapun kendala dalam pengerjaan proyek ini berasal dari aspek teknis.
Dia menyatakan, pengerjaan dermaga pada proyek ini terkendala oleh anomali kondisi tanah yang cukup heterogen dan wilayah geografis daerah rawan bencana.
“Tanah di lokasi Proyek Donggala mengalami kondisi easy driving saat dilakukan pemancangan, sehingga kedalaman tiang pancang rencana mengalami penurunan yang cukup banyak,” jelasnya.
Sebaliknya, di lokasi Proyek Wani justru mempunyai karakter tanah keras yang menyebabkan tiang pancang cukup sulit mencapai kedalaman desain.
Namun, lanjutnya, pihaknya menegaskan bahwa pekerjaan tersebut telah ditangani sesuai dengan prosedur teknis sesuai dengan kondisi aktual masing-masing.
“Hari ini, kami juga telah melakukan pengujian terhadap hasil akhir pekerjaan konstruksi ketiga pelabuhan tersebut melalui uji sandar dan olah gerak kapal terhadap struktur dermaga pada Terminal Donggala, Wani dan Pantoloan sesuai dengan kriteria desain,” tutur Masyhud.
Dengan dilakukannya uji sandar kapal memakai metode pengecekan pergerakan segmen beban lateral sandar kapal tersebut, dia berharap hasil pembangunan berjalan optimal dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Jadi, selanjutnya fasilitas-fasilitas yang ada di pelabuhan dapat digunakan untuk mendorong kemajuan perekonomian daerah maupun nasional dan membangun konektivitas transportasi nasional serta menciptakan keselamatan pelayaran.
Sebagai informasi, program (EARR) telah dilaksanakan sejak tahun 2019.
Pada Oktober 2021, telah dilakukan penandatanganan kontrak Package Civil Works (CW) Sea Port 3: Works for Reconstruction of Pantoloan Port antara Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub dengan PT Amarta Karya – Setia Mulia Abadi, KSO selaku penyedia jasa konstruksi untuk paket pekerjaan.
Penandatanganan kontrak ini, menjadi awal proses pekerjaan fisik Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Teluk Palu, yaitu Terminal Pantoloan.
Adapun Pekerjaan Rekonstruksi Terminal Pantoloan mencakup pekerjaan rehabilitasi fasilitas laut, termasuk di dalamnya melanjutkan extension upperstructure dermaga, serta pekerjaan fasilitas sisi darat, seperti area kantor dan pelayanan umum.
Kemudian pada 15 Februari 2022, dilakukannya Penandatanganan Kontrak Package Civil Works (CW) Sea Port 1: Works for Reconstruction of Donggala Port antara Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub dengan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Penandatanganan kontrak ini merupakan salah satu agenda pemenuhan Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang menjadi awal proses pekerjaan konstruksi Terminal Donggala.
Terminal Donggala sebagai pelabuhan pengumpul (PP) menjadi gerbang ekonomi dan mendukung perekonomian di daerah hinterland Kabupaten Donggala dan Sulawesi Tengah.
Saat ini, Terminal Donggala masih beroperasi aktif dan melayani logistik masyarakat.
Terminal Donggala akan lebih difokuskan pada market pelayanan kargo multipurpose dengan kapasitas 370.000 ton per tahun, pelayanan curah kering (dry bulk cargo) dan pelayanan untuk kapal penumpang, baik PELNI, Tol Laut, maupun Perintis.
Sementara itu, untuk Pelabuhan Wani yang difokuskan untuk pelayanan Terminal Multipurpose (Agrikultur, Pelayanan Angkutan Ternak, dan Kapal Negara), pembangunannya telah dimulai pada Maret 2022.
Adapun pembangunan yang dilakukan meliputi pekerjaan dermaga, trestle, causeway, reklamasi, dan pembangunan sisi darat seperti, area parkir, drainase, serta fasilitas penunjang lainnya.
Ditemui langsung di kantornya pada (8/2/2024), Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Teluk Palu Capt. Alexander Seleng Allokendek menuturkan, jelang diresmikannya ketiga pelabuhan tersebut dalam waktu dekat, KSOP Kelas II Teluk Palu sudah menyiapkan langkah-langkah strategis.
Salah satunya dengan merubah pelabuhan penumpang yang lebih layak dari sisi luasan hingga fasilitas sarana dan prasarana yang makin baik sehingga masyarakat lebih terlayani.
“Kami juga telah berkomunikasi dengan pihak eksternal seperti perusahaan-perusahaan pelayaran bahwa pelabuhan ini tidak hanya melayani penumpang namun juga multipurpose, sehingga peran pelabuhan dapat difungsikan lebih aktif lagi,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, koordinasi dan sinergitas yang baik dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan setempat juga telah dilakukan sejak awal perencanaan pembangunan ketiga pelabuhan tersebut.
Lebih lanjut, Alex menjelaskan, pascatsunami yang terjadi pada tahun 2018, masih terdapat beberapa hambatan dalam fungsi pengawasan dan penjagaan terkait keselamatan pelayaran di perairan Teluk Palu, salah satunya belum memadainya kapal patroli.
“Sampai saat ini, kami terus mengupayakan penambahan kapal patroli, serta penambahan kuantitas dan kualitas personil, agar kebutuhan-kebutuhan di Teluk Palu ini semakin lancar, aman dan nyaman, dan tidak ada kendala,” tuturnya. BIG