PT Angkasa Pura Indonesia (InJourney Airports) menyambut positif langkah Pemerintah dalam penetapan status bandara internasional di seluruh Indonesia yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 31 Tahun 2024 tentang Penetapan Bandar Udara Internasional dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 33 Tahun 2024 tentang Tatanan Bandar Udara Nasional.
Direktur Utama InJourney Airports Faik Fahmi mengatakan, dengan berlakunya Keputusan Menteri Perhubungan itu sejalan dengan program transformasi InJourney Airports mengenai proses penataan bandara Indonesia yang memiliki tujuan untuk membangun konektivitas udara yang lebih efisien dan efektif untuk mendorong pertumbuhan pariwisata dan ekonomi melalui pengelolaan ekosistem aviasi yang lebih baik termasuk bandara.
Sebelum diterbitkan Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor Km 31 Tahun 2024, ada 31 bandara InJourney Airports berstatus internasional di Indonesia.
Faktanya, banyak sekali bandara berstatus internasional, tetapi sudah lama tidak ada penerbangan internasional, atau ada penerbangan internasional dengan hanya dua kali hingga tiga kali seminggu.
“Ini menjadi tidak efisien serta banyak fasilitas di terminal internasional yang disiapkan sesuai standar regulasi dimanfaatkan secara terbatas, bahkan menganggur terlalu lama seperti fasilitas x-ray, ruang tunggu di terminal, dan sebagainya. Karena itu, perlu dilakukan penataan ulang oleh pemerintah,” kata Faik Fahmi.
Melalui proses transformasi bandara yang tengah berlangsung, yang diawali dengan penggabungan PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II, InJourney Airports akan menerapkan pola regionalisasi di 37 bandara yang dikelola.
Dengan konsep regionalisasi, bandara ada yang diposisikan sebagai HUB dan ada yang sebagai SPOKE.
Nantinya, bandara yang sudah tidak berstatus internasional bukan berarti akan sulit terakses oleh penumpang/turis internasional, namun dengan pola HUB dan SPOKE itulah dapat membangun konektivitas yang baik dari bandara hub ke seluruh wilayah Indonesia.
“Pola seperti ini best practice di industri aviasi global dan sudah berlaku umum di banyak negara yang terbukti lebih efektif,” jelas Faik.
Dia mencontohkan, negara Amerika Serikat yang memiliki sekitar 2.000 bandara, hanya 18 bandaranya yang berstatus internasional/point of entry penerbangan internasional ke negara Amerika Serikat.
Selain itu, akses penumpang internasional ke dan menuju Amerika Serika melalui 18 bandara tersebut, yang kemudian didesain terhubung secara mudah ke bandara-bandara lain yang noninternasional.
Sebagai gambaran, sebelumnya InJourney Airports mengelola 37 bandara dengan 31 bandara berstatus internasional dan 6 bandara berstatus domestik.
Dari 31 bandara yang berstatus internasional, setelah terbitnya KM 31 Tahun 2024, ada 16 bandara berstatus internasional dan 15 bandara InJourney Airports menjadi berstatus domestik.
Secara terperinci, Faik menjelaskan, ada 16 bandara yang dikelola yang saat ini telah ditetapkan berstatus internasional yakni Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh, Bandara Kualanamu Deli Serdang, Bandara Minangkabau Padang, Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Bandara Hang Nadim Batam, Bandara Soekarno Hatta Tangerang, Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, dan Bandara Kertajati Majalengka.
Selanjutnya, Bandara Internasional Yogyakarta Kulon Progo, Bandara Juanda Surabaya, Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, Bandara Zainuddin Abdul Madjid Lombok, Bandara SAMS Sepinggan Balikpapan, Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, Bandara Sam Ratulangi Manado, dan Bandara Sentani Jayapura.
“Melalui implementasi aturan Kementerian Perhubungan tersebut, kami optimistis tatanan kebandarudaraan nasional akan menjadi lebih baik dan juga berimplikasi positif terhadap konektivitas udara dan pariwisata di Indonesia,” tutur Faik. BIG