Utusan Khusus Presiden Bidang Ketahanan Pangan Muhamad Mardiono mengikuti panen raya padi yang tanamannya diolah menggunakan pupuk organik dari kotoran hewan, di wilayah Kecamatan Tirtamulya Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
“Ini panen raya yang menerapkan sistem pertanian sirkular, pertanian yang di-support dengan pupuk-pupuk organik,” ujarnya, baru – baru ini.
Dia menjelaskan, sistem pertanian dengan menggunakan pupuk organik ini cukup efektif, karena bisa meningkatkan hasil produksi panen padi dan dapat mengembalikan habitat tanah areal sawah yang umumnya telah terkena gradasi bahan kimiawi berdosis tinggi.
Penanaman padi dengan menggunakan sistem pertanian sirkular ini, lanjutnya, juga penting untuk menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan petani.
Mardiono menilai, sistem pertanian yang didukung dengan pupuk – pupuk organik ini bisa jadi solusi untuk meningkatkan produktivitas, mengembalikan habitat tanah sawah serta menekan biaya produksi.
“Darmono, petani penggagas penggunaan pupuk organik murni, bersama dengan saya juga telah melakukan uji coba menyatukan kegiatan menanam padi dengan berternak,” ungkapnya.
Menurut Mardiono, sesuai dengan hasil uji di lahan areal sawah di wilayah Tirtamulya, Karawang yang dipimpin oleh Darmono berhasil menurunkan penggunaan pupuk kimia hingga 50%, setelah tiga kali musim panen.
“Selanjutnya diharapkan nanti pada musim panen berikutnya penggunaan pupuk kimia semakin menurun, sehingga pada akhirnya, dengan target, kalau bisa, pupuk kimia kita lepas,” tuturnya.
Namun, dia menambahkan, kalau tidak bisa penggunaannya secara bertahap, maka akan dikurangi hingga titik seefisien mungkin, sehingga kondisi tanah di areal sawah akan kembali subur.
Mardiono menegaskan, setelah selama tiga kali musim tanam dan musim panen menggunakan pola pupuk organik bersumber dari hewani yang diolah dengan baik dan terukur, telah berhasil mengembalikan tingkat kesuburan tanah hingga PH-nya mencapai 6,5%.
“Tanah sawah yang ada di sekitar wilayah Kecamatan Tirtamulya, yang belum menggunakan pola organik kondisi tanah PH-nya 4,5%. Tentu saja biaya produksi tinggi, produksi rendah dan rawan diserang hama,” tegasnya.
Mardiono menyebutkan, dengan pola pertanian organik hewani, petani bisa menghasilkan padi hingga lebih dari 6 ton gabah per hektare.
Sementara itu, dia menyatakan, di daerahnya sudah ada sekitar 70 hektare sawah yang menggunakan pola pertanian organik bersumber dari hewani.
Dia mengakui mampu menekan biaya produksi hingga di bawah 50%, yang normalnya, biaya produksi atau pengolahan areal sawah hingga panen itu membutuhkan biaya sekitar Rp10 juta.
Namun, dengan menggunakan pola pertanian organik hewani hanya mengeluarkan biaya produksi di bawah Rp5 juta.
“Untuk hasil panennya memang rata – rata di atas 6 ton gabah per hektare. Tapi panen tertinggi yang pernah kita capai itu 21 ton gabah per hektare,” tutur Mardiono. BIG