Sebagai pembuat kebijakan, pemerintah wajib memiliki pemahaman mendalam tentang dunia digital dan ekosistemnya, demikian juga dalam mewujudkan e-government, integrasi data sebagai pondasi kepemimpinan digital menjadi sesuatu yang penting untuk dipahami dan diimplementasikan.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan hal itu pada pembukaan Digital Leadership Academy (DLA) yang bermitra dengan United Nations-Asian and Pacific Training Centre for Information and Communication Technology for Development (UN-APCICT) dan Pemda DIY di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta pada Senin (4/9/2023) .
Acara ini sekaligus juga launching virtual peletakkan batu pertama gedung baru Sekolah Tinggi Multi Media MMTC Yogyakarta.
DLA, menurut Sri Sultan, merupakan perwujudan tekad Kementerian Komunikasi dan Informatika berelaborasi dengan berbagai perguruan tinggi terbaik dunia, Global Technology dan lembaga hukum internasional, sebagai upaya memperteguh eksistensi ekosistem digital Indonesia.
DLA adalah ajang edukasi dan membangun motivasi terbaik bagi para peserta, mengingat para peserta merupakan pimpinan berbagai sektor strategis, baik publik maupun swasta, yang berperan krusial dalam membentuk masa depan digital Indonesia.
“Kepemimpinan digital bukanlah sekadar impian, tetapi sebuah cita-cita dan kewajiban yang harus diemban, dengan tekad dan dilanjutkan dengan tindakan nyata,” kata Sri Sultan dalam situs jogjaprov.go.id.
Fenomena silo mentality, dengan egoisme sektoral menghalangi kolaborasi, saat ini sedang terjadi.
Hal ini kerap terjadi antara antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, di antara Perangkat Daerah (OPD), bahkan antar unit kerja dalam satu OPD yang sama.
Birokrasi yang seharusnya menjadi entitas solid, akhirnya terpecah-pecah karena penerapan prinsip kompetisi yang kurang tepat.
Jika diteruskan, fenomena ini akan meningkatkan pemborosan anggaran dan ini sudah terbukti dari adanya 24.000 aplikasi pemerintah yang tidak terencana secara integrasi. Kesemuanya mengabaikan model Omnichannel, sebagai sistem yang menggabungkan berbagai saluran komunikasi dan database.
“Bertolak dari fenomena silo mentality itulah, saya ingin memberikan beberapa saran untuk menggali potensi melalui diskusi dan tindakan konkret. Kita wajib melakukan perubahan budaya, meningkatkan integrasi, Political Will, membangun kesadaran digital dan keamanan digital,” jelas Sri Sultan.
Menurutnya, pemahaman dan komitmen pada prinsip-prinsip kepemimpinan digital, tidak hanya akan menciptakan masa depan digital yang cerah bagi Indonesia dan hal ini juga membuka pintu menuju tatanan digital yang diimpikan.
“Semoga melalui program DLA dan dengan adanya gedung baru STMM MMTC Yogyakarta, Insyaallah, akan menjadi langkah awal yang penuh harapan, untuk masa depan yang lebih baik dan lebih cerah, bagi ekosistem digital Indonesia,” tutur Sri Sultan.
Kepala BPSDM Kominfo Hary Budiarto menyatakan, acara bertema Smart Digital Leader untuk Smart Province ini bertujuan memberikan wawasan tentang kepemimpinan digital dan perkembangan teknologi yang terbaru.
Selain itu, memberikan edukasi tentang strategi perkembangan dan pengalaman digitalisasi dari negara lain melakukan transformasi digital. Untuk itulah acara ini dikerjasamakan dengan UN-APCICT.
Dia berharap, pelatihan bermanfaat untuk mengimplementasikan perubahan transformasi digital di DIY.
“Peserta kami ada 36 orang, yang akan mengikuti pelatihan ini selama satu bulan secara online sejak hari ini. Kemudian juga ada implementasi rencana aksi. Kami bekerja sama dengan Lembaga Administrasi Negara untuk memberikan pembekalan bagaimana membuat policy rencana aksi dan sebagainya,” ungkap Hary.
Mengenai peletakan batu pertama untuk salah satu bangunan Sekolah Tinggi Multimedia di DIY, lanjutnya, berdasarkan peraturan pemerintah tentang perguruan tinggi di bawah Kementerian dan lembaga, harus menjadi Politeknik.
“Nantinya akan ada pergantian nama dari STMM MMTC menjadi Politeknik Digital Nasional MMTC,” tegasnya.
Hal ini menjadi momentum STMM MMTC berubah, yang tadinya memiliki konsentrasi pada broadcasting, untuk nantinya akan lebih luas, yaitu IT, komunikasi dan telekomunikasi.
Hary mengatakan akan membuka program S2 terapan atau S2 vokasi atau Prodi Magister. Selain program S1 yang memang sudah ada dan juga akan membuka program D1 dan D2 sebagai public services.
“Nanti diberikan sertifikat BNSP, kemudian mereka bisa menjadi pendamping di keluaran-kelurahan untuk memajukan transformasi digital. Mulai dari kelurahan, bagaimana potensi-potensi ekonomi dan sebagainya bisa meningkat,” tutur Hary. BIG