JOGJA MagzRegional

Jagang Jadi Garda Depan Pertahanan Beteng Keraton Yogyakarta

×

Jagang Jadi Garda Depan Pertahanan Beteng Keraton Yogyakarta

Sebarkan artikel ini
Jagang atau parit pertahanan menjadi garda depan pertahanan Beteng Keraton Yogyakarta. (dok. jogjaprov.go.id)

Beteng berdinding tebal dan jagang atau parit yang mengelilinginya merupakan satu kesatuan sistem pertahanan dan berlaku pada Beteng Keraton Yogyakarta yang dipertegas menjadi kompleks dengan bangunan permanen yang dilengkapi bastion dan plengkung.

Tidak banyak yang mengetahui, jagang didesain mengelilingi beteng. Parit digunakan sebagai garda depan atau pertama pertahanan baik pada bangunan pertahanan maupun strategi peperangan.

Penggunaan jagang pada awalnya merupakan pertahanan utama pada beteng dengan tujuan mengantisipasi serangan dari berbagai arah.

Pada sisi luar Beteng Keraton Yogyakarta terdapat parit yang dalam dan jernih airnya. Bagian sisi luarnya diberi pagar bata setinggi satu meter.

Pohon gayam ditanam sebagai peneduh di sepanjang jalan yang mengelilingi benteng. Kini, sebagian besar beteng telah tertutup pemukiman, termasuk jagang yang tertimbun tanah.

Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud/Kundha Kabudayan) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Dian Lakshmi Pratiwi mengatakan, suatu beteng mempunyai beberapa komponen di antaranya bastion, plengkung dan jagang.

Berdasar dari ekskavasi yang dilakukan Disbud DIY, hasilnya jagang berada di salah satu titik di depan Plengkung Gading berjarak 3 meter atau 6 meter dari plengkung tersebut merupakan bibir jagang.

“Jagang itu parit pertahanan. Dari data beberapa catatan naskah, kuda kala itu meloncat sekitar 3 meter hingga 6 meter tidak sampai. Analoginya, kami pernah melakukan ekskavasi jagang Beteng Vredeburg yang hasilnya mempunyai jarak 11 meter hingga 13 meter,” katanya di Bangsal Wiyotoprojo Kompleks Kepatihan.

Namun, Dia menambahkan. belum dapat dipastikan apakah jagang beteng Keraton Yogyakarta memiliki jarak demikian.

Berdasarkan hasil ekskavasi Disbud DIY, Dian menyatakan baru 6 meter di di depan plengkung sudah kepentok jalan, sehingga dugaannya masih lebih panjang.

Sebagai langkah awal jangka pendek Disbud DIY adalah mencoba menghidupkan kembali salah satu jagang tersebut guna menunjukkan kepada publik bentuk asli bangunan cagar budaya kawasan beteng.

Sebab, beteng adalah salah satu penanda keistimewaan dan media edukasi kepada generasi penerus. Bahwa, pernah terjadi peristiwa riwayat perjalanan sejarah perjuangan Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengamankan masyarakat di dalam beteng.

Meski demikian, upaya pelestarian jagang tak semudah membalikkan tangan dan diakui membutuhkan effort lebih dan kajian terutama biaya untuk menghidupkannya kembali. Terlebih, area jagang sekarang sudah banyak dihuni bangunan-bangunan.

Setidaknya, Disbud DIY memulai dulu dengan menghidupkan minimal mengutuhkan beteng menjadi satu kesatuan lengkap dengan plengkung, bastion dan jagang, serta tengah mengkaji pembukaan jagang sebagai pilot project atau salah satu perwakilan untuk dibuka.

“Namun, apakah akan dihidupkan seperti dulu? Ya, saya tidak tahu keputusannya seperti apa, tapi itu akan effort luar biasa. Minimal satu kesatuan komponen beteng itu bisa kita tampilkan untuk generasi mendatang,” tutur Dian.

Dalam proses tersebut, Disbud DIY melakukan pengecekkan kembali status tanah yang ditempati, perjanjian hak dan kewajibannya.

Ini bagian dari upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY dan Keraton Yogyakarta mengedukasi masyarakat untuk sadar terhadap hak dan kewajibannya, sehingga proses revitalisasi ini coba dilakukan dan membutuhkan waktu yang panjang.

“Upaya revitalisasi beteng keraton ini sudah sesuai regulasi Perwal Kota Yogyakarta Nomor 118 Tahun 2021 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Yogyakarta Tahun 2021-2041 dimana harus ada buffer space beteng antara 1,5 meter atau 2,5 meter. Jadi, tidak menggusur tetap hanya menegakkan regulasi saja,” jelas Dian.

Dia menyebutkan konsep beteng ini menjadi bagian historis, Ilmu pengetahuan dan nilai masa apabila dikupas.

Posisinya beteng sekarang itu sedang terancam kerusakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Disbud DIY.

Beteng keraton rusak karena intervensi bangunan-bangunan, dinamika kota dengan ada beteng yang harusnya tertutup menjadi terbuka hanya untuk memudahkan mobilitas orang keluar masuk. BIG

Facebook Comments Box