JOGJA MagzRegional

Pemkot Yogyakarta Galakkan Mbah Dirjo untuk Kurangi Volume Sampah

×

Pemkot Yogyakarta Galakkan Mbah Dirjo untuk Kurangi Volume Sampah

Sebarkan artikel ini
Mengenal Mbah Dirjo, sebuah gerakan program mengelola sampah organik di Kota Yogyakarta. (dok. pemkotyogyakarta)

Usaha Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY)  dalam mengurangi residu sampah disambut dengan komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta mengurangi 30% volume sampah per hari.

Berkurangnya 30% sampah tersebut dikarenakan Yogyakarta saat menggalakkan Gerakan Mbah Dirjo atau Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja.

Penjabat (Pj) Walikota Yogyakarta Singgih Raharjo mengatakan, Mbah Dirjo dibuat untuk merespon darurat sampah yang ditandai dengan penutupan TPA Piyungan yang telah overload ini, dan dikembangkan bersama Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta.

Biopori ala Yogyakarta ini adalah salah satu solusi untuk penanganan sampah organik di level hulu, dengan level terkecil adalah rumah tangga.

Pada level rumah tangga, bisa menggunakan biopori standar dengan menggunakan pipa paralon yang agak besar, kemudian diberi lubang-lubang. Setelahnya pipa dapat ditanam sekitar 80 cm.

Sementara itu, untuk biopori jumbo yang kapasitasnya lebih besar, dapat menggunakan ember cat 25 kg sebanyak dua buah yang ditumpuk dan ditanam sebagian.

Ada pula jenis yang lebih besar lagi untuk secara kolektif digunakan bersama-sama. Ukuran ini tentu menyesuaikan dengan lahan yang dimiliki warga.

Prinsip biopori adalah membuat kompos. Biopori ini ukurannya macam-macam, dari lahan seluas satu konblok atau 20 cm pun bisa.

“Tinggal di lubangi kemudian ditanam paralon, cukup simpel. Bayangkan saja, dari 20 cm bisa cukup untuk satu bulan sampah kita makan. Yang benar-benar tidak punya lahan, bisa kolektif,” jelas Singgih dalam situs jogjaprov.go.id.

Metode Mbah Dirjo ini diharapkan dapat menurunkan sampah organik dengan jumlah yang banyak dari Yogyakarta.

Sekitar 30% sampah bukanlah jumlah yang sedikit, karena mencapai angka 60 ton, apalagi saat ini Yogyakarta menghasilkan 200 ton sampah per hari.

Diketahui, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan hanya sanggup menampung 100 ton sampah saja per hari dan hanya sampah milik Kota Yogyakarta.

Singgih mengungkapkan, saat ini sudah cukup banyak daerah yang menerapkan metode Mbah Dirjo.

Dia sempat meninjau Kampung Balapan, Klitren, yang hampir seluruh warganya rata-rata memiliki pengelolaan sampah mandiri metode biopori.

Untuk itu, Singgih meyakini apabila metode ini dilakukan secara masif, target pengurangan 30% sampah akan terlampaui.

Tidak tanggung-tanggung, untuk menyukseskan program ini, Singgih menekankan khusus untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Yogyakarta, program Mbah Dirjo wajib dilakukan.

Program Mbah Dirjo Sowan, yaitu setiap ASN diminta untuk membuat pengolahan sampah organik lewat metode biopori di rumah tangga masing-masing.

Para ASN wajib menjadi pelopor pengolahan sampah dan selanjutnya mengedukasi tetangga, serta lingkungan sekitar untuk menerapkan hal serupa.

Istimewanya, ada sanksi yang menanti apabila ASN tidak menerapkan metode Mbah Dirjo ini.

“Untuk ASN program ini wajib dan nanti ada sanksi, juga reward-nya. Jadi kita wajibkan itu dengan bukti foto di rumahnya waktu instalasi dan foto bukti itu disampaikan ke atasan langsung secara berjenjang. Itu nanti tanggal 7 akan kita lihat rekapnya untuk evaluasi,” ujarnya.

Singgih juga mengatakan akan meluncurkan program turunan yaitu Mbah Dirjo Resik. Resik di sini adalah residu sampah plastik karena residu sampah plastik ini cukup banyak.

Padahal, lanjutnya, sampah plastik bisa dimonetisasi dan hasil pengurangan sampah metode Mbah Dirjo ini tentu akan semakin sempurna dengan memaksimalkan pula bank sampah untuk sampah anorganik.

“Saya yakin pengurangan sampah bisa lebih dari 30% jika ada biopori dan bank sampah. Bank sampah sendiri sudah menangani di level anorganik, ada kertas ada plastik dan sebagainya yang di awal 2023 hingga Juli bisa menurunkan sebanyak 90 ton sampai 100 ton per hari. Ini kan signifikan banget, untuk kota Yogyakarta yang tidak punya lahan besar,” ungkapnya.

Singgih berharap metode ini bisa dilakukan seluruh lapisan masyarakat untuk mengatasi masalah sampah dan jangka panjang, metode-metode ini diharapkan bisa menjadi salah satu dari sekian solusi penanganan sampah di Yogyakarta. BIG

 

Facebook Comments Box