Provinsi Jawa Barat (Jabar) ditargetkan memiliki 30 Sekolah Rakyat dalam program Kementerian Sosial bagi siswa miskin ekstrem dan tinggal di pedalaman.
Sekolah Rakyat di Jabar akan dibangun secara bertahap, dengan nantinya siswa dari keluarga miskin ekstrem akan belajar dan diasramakan secara gratis, karena biaya ditanggung pemerintah pusat.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi menyambut baik pendirian 30 Sekolah Rakyat di Jabar. “Saya sambut baik Sekolah Rakyat ini,” ujarnya usai Rakor dan Sosialisasi Pembentukan Sekolah Rakyat bersama Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf di kantor Pemerintah Kabupaten Bogor, baru – baru ini.
Dia menjelaskan, sebanyak 30 Sekolah Rakyat itu mulai dari jenjang SD, SMP, SMA, sedangkan lokasinya dibagi secara proporsional di kabupaten dan kota.
Setiap sekolah akan memiliki kuota sebanyak 300 siswa hingga 500 siswa, sedangkan kurikulum, akan disamakan dengan ketentuan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Agar sinkron dengan daerah, lanjut Dedi, Sekolah Rakyat bisa mengadopsi aturan lokal seperti masuk sekolah lebih pagi, yang saat ini sedang digodok Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar.
Aturan masuk sekolah lebih pagi bertujuan untuk mendisiplinkan siswa, dan mencegah budaya nongkrong usai jam belajar terutama oleh anak – anak SMA yang berpotensi mengarah pada kenakalan remaja, seperti tawuran dan kebut – kebutan.
Sekolah lebih pagi juga bisa memunculkan budaya baru yaitu tidur lebih awal bangun lebih pagi. “Dari budaya nongkrong sampai jam 12 malam menjadi budaya tidur jam sembilan.”
Rakor dan diseminasi Sekolah Rakyat dipimpin langsung oleh Mensos dan dihadiri oleh Bupati dan Wali Kota se-Jawa Barat.
Mensos mengungkapkan, saat ini Kementerian Sosial (Kemensos) sedang gencar sosialisasi dengan bupati dan wali kota.
Dia meminta kepada para kepala daerah yang memiliki aset dan tanah agar diusulkan menjadi Sekolah Rakyat.
“Kita akan periksa mana yang memenuhi kriteria, insyaallah kalau memungkinkan akan dibangun tahun ini,” ungkapnya.
Menurut Mensos, sasaran Sekolah Rakyat diutamakan yang berasal dari keluarga miskin dan berdomisili di dekat Sekolah Rakyat.
Indikator miskinnya akan ditentukan berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). “Warga miskin yang desil satu di sekitar situ dulu.”
Sekolah Rakyat akan memiliki konsep asrama, sehingga bila anaknya masih SD, maka orang tuanya bisa menengoknya sewaktu – waktu.
“Pemerintah memastikan sekolah ini gratis. Mulai dari asrama, baju, peralatan sekolah, dan keperluan lainnya akan ditanggung negara,” ungkap Mensos. BIG