Sebanyak 47 Rukun Warga (RW) di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta berhasil meraih penghargaan bergengsi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Para RW tersebut menerima apresiasi Program Kampung Iklim (Proklim) dari Menteri LHK Siti Nurbaya, di Jakarta.
Tanpa banyak diketahui, di tengah isu lingkungan yang menerpa dan menjadi perhatian global, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bersama warga tetap bahu-membahu mengelola lingkungan untuk meminimalkan emisi karbon. Berbagai upaya yang dilakukan adalah implementasi dari Program Kampung Iklim.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, penghargaan Proklim dari KLHK ini adalah bukti warga Jakarta masih sangat peduli dengan lingkungan tempat tinggalnya.
“Penghargaan ini tentu adalah hasil kerja keras seluruh warga Jakarta yang selama ini selalu aktif memelihara lingkungan agar selalu nyaman dan berkelanjutan di tengah isu-isu lingkungan,” katanya.
Asep menjelaskan, penerima Trophy Proklim Lestari sebanyak dua kampung, yakni RW 06 Kelurahan Kebon Kosong, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat, dan RW 03 Kelurahan Rajawati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.
Kemudian, penerima Trophy Proklim Utama sebanyak satu kampung, yakni RW 05 Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.
Lalu, penerima sertifikat partisipasi Proklim Utama sebanyak 14 RW, sertifikat partisipasi Proklim Pratama sebanyak satu RW dan sertifikat partisipasi Proklim Madya sebanyak 29 RW.
Menurut Asep, program Kampung Iklim adalah program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang dilakukan di tingkat kampung atau RW.
Mitigasi perubahan iklim adalah upaya untuk mengurangi dampak dan risiko yang diakibatkan perubahan iklim dan meminimalkan bencana iklim. Mitigasi perubahan iklim dilakukan dengan pengelolaan limbah padat dan cair, penggunaan energi terbarukan, pengolahan budidaya pertanian, dan tutupan vegetasi (kebun).
“Sebagai contoh upaya pengelolaan limbah padat dan cair yang telah dilakukan, yaitu menabung di Bank Sampah, mengolah sampah organik melalui komposting dan Maggot BSF (Black Soldier Fly), pengumpulan minyak jelantah, dan penghematan energy,” ungkapnya.
Selain itu, menggunakan energi terbarukan, seperti penggunaan lampu LED dan solar cell, budi daya pertanian rendah emisi gas rumah kaca dengan memanfaatkan pupuk organik, dan meningkatkan tutupan vegetasi dengan memperbanyak penghijauan.
Sementara itu, adaptasi perubahan iklim adalah upaya menyesuaikan diri dengan kondisi perubahan iklim yang terjadi untuk meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan.
Adaptasi perubahan iklim dilakukan dengan aksi pemanenan air hujan dengan memperbanyak PAH (Penampungan Air Hujan), peresapan air melalui lubang resapan biopori, penghematan air, sarana/prasarana pengendali banjir seperti pompa pengendali banjir dan sumur resapan.
Lalu, peningkatan ketahanan pangan dengan memperbanyak gang hijau, tanaman produktif, serta kolam gizi. Kemudian, pengendalian penyakit terkait iklim dengan menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), memantau jentik nyamuk, sanitasi, serta penyediaan air bersih.
“Pada pelaksanaannya, Proklim memberikan dampak baik pada kampung-kampung maupun masyarakat yang terlibat. Kampung menjadi nyaman, sejuk, dan lebih tertata, karena dilakukan penghijauan yang merata di seluruh areanya. Masyarakat juga terlibat aktif dalam mengurus tugas masing-masing yang berkaitan dengan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim tersebut,” tutur Asep.
Dia menambahkan, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Wali Kota/Bupati Administrasi, Camat, dan Lurah terus mendorong seluruh kelurahan dan RW di Jakarta untuk membentuk Kampung Iklim.
“Ke depan, semua kelurahan dan RW di Jakarta harus berorientasi Kampung Iklim. Kami, Pemprov DKI, siap memfasilitasi dan membina agar seluruh RW di Jakarta ini rendah emisi karbon dan berkelanjutan,” jelasnya. BIG