advertisements
advertisements
Opini

Cermin Wajah Terdepan Indonesia di Transportasi Perbatasan

×

Cermin Wajah Terdepan Indonesia di Transportasi Perbatasan

Sebarkan artikel ini
Transportasi perintis di wilayah perbatasan Indonesia. (dok. istimewa)

Kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah mencanangkan pembangunan jalan pararel perbatasan dan akses perbatasan di Kalimantan, Jalan Trans Papua, fasilitas sarana prasarana transportasi laut dan udara di wilayah perbatasan.

Transportasi memiliki fungsi strategis dalam merekatkan dan mengintegrasikan wilayah NKRI dengan adanya pembangunan infrastruktur sektor transportasi pada wilayah Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK) diharapkan dapat mendorong pusat pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat mengurangi ketimpangan/ketidaksetaraan antarwilayah.

Pembangunan di kawasan perbatasan tahun 2023 dianggarkan Rp 503 miliar untuk 12 provinsi dengan 54 kegiatan (Kemenhub, 2023).

Data Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR (2022) menyebutkan, jalan pararel perbatasan dan akses perbatasan Kalimantan sepanjang 2.209,93 km sudah terbangun dan hampir selesai.

Panjang jalan pararel tersebut dua kali panjang jalan pantura di Pulau Jawa dari Merak hingga Banyuwangi.

Di Kalimantan ada tiga provinsi yang dibangun jalan pararel perbatasan 1.832,13 km, yakni Provinsi Kalimantan Timur 406.26 km, Provinsi Kalimantan Utara 614,55 km dan Provinsi Kalimantan Barat 811,32 km.

Sementara itu, jalan akses perbatasan berada di Provinsi Kalimantan Utara sejauh 377,8 km.

Mengenai transportasi udara, sejumlah bandara terbangun di wilayah perbatasan, seperti Bandara Letung di Pulau Jemaja (Kab. Anambas, Prov. Kep. Riau), Bandara Tambelan di Pulau Tambelan Besar (Kab. Bintan, Prov. Kepulauan Riau) dan Bandara David Constantin Saudaledi Pulau Rote (Kab. Rote Ndao, Prov. Nusa Tenggara Timur).

Ada juga Bandara Tardamu di Pula Sawu (Kab. Sabu Raijua, Prov. Nusa Tenggara Timur), Bandara Mopah di Merauke (Kab. Merauke, Prov. Papua Selatan), Bandara Tanah Merah (Kab. Boven Digul, Prov. Papua Selatan), Bandara Ewer di Pulau Ewer (Kab. Asmat, Prov. Papua Selatan), dan Bandara Miangas di Pulau Miangas (Kab. Talaud, Prov. Sulawesi Utara).

Demikian pula transportasi perairan dihubungkan dengan sejumlah kapal tol laut dan kapal perintis untuk wilayah perbatasan.

Pos Lintas Batas Negara

Untuk membangun pos perbatasan di kawasan perbatasan telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Percepatan Pembangunan 7 (Tujuh) Pos Lintas Batas Negara Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan.

Adapun ketujuh PLBN itu adalah PLBN Aruk (Kab. Sambas, Prov. Kalimantan Barat), PLBN Entikong (Kab. Sanggau, Prov. Kalimantan Barat), PLBN Badau (Kab. Kapuas Hulu, Prov. Kalimantan Barat), dan PLBN Motaain (Kab. Belu, Prov. Nusa Tenggara Timur).

Ada juga di PLBN Motamasin (Kab. Malaka, Prov. Nusa Tenggara Timur), PLBN Wini (Kab. Timor Tengah Utara, Prov. Nusa Tenggara Timur), dan PLBN Skow (Kota Jayapura, Prov. Papua).

Menteri Perhubungan bertugas untuk menyediakan/membangun sarana prasarana transportasi di kawasan Pos Lintas Batas Negara Terpadu dan kawasan sekitar dan melakukan pembangunan terminal barang internasional di Kawasan Pos Lintas Batas Negara dan fasilitas penunjangnya.

Kemudian disusul dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan 11 (Sebelas) Pos Lintas Batas Negara Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan.

Kesebelas PLBN itu adalah PLBN Serasan di Pulau Serasan (Kab. Natuna, Prov. Kepulauan Riau), PLBN Jagoi Babang (Kab. Bengkayang, Prov. Kalimantan Barat), PLBN Sei Kelik (Kab. Sintang, Prov. Kalimantan Barat), PLBN Sei Nyamuk di Pulau Sebatik (Kab. Sebatik Utara, Prov. Kalimantan Utara) dan PLBN Lumbis (Kab. Nunukan, Prov. Kalimantan Utara).

Selain itu, PLBN Long Midang (Kab. Nunukan, Prov. Kalimantan Utara), PLBN Long Nawang (Kab. Malinau, Prov. Kalimantan Utara), PLBN Oepoli (Kab. Kupang, Prov. Nusa Tenggara Timur), PLBN Napan (Kab. Timor Tengah Utara, Prov. Nusa Tenggara Timur), PLBN Sota (Kab. Merauke, Prov. Papua Selatan), dan PLBN Yetetkun (Kab. Boven Digul, Prov. Papua Selatan).

Kali ini, Menteri Perhubungan mendapat tugas untuk menyiapkan petugas dan membangun sarana prasarana serta moda transportasi di Kawasan Pos Lintas Batas Negar Terpadu dan kawasan sekitarnya, serta melakukan pembangunan terminal transit penumpang dan terminal barang internasional di kawasan Pos Lintas Batas Negara Terpadu beserta fasilitas penunjangnya.

Inpres Nomor 1 Tahun 2019 sudah menambah dengan penyediaaan terminal transit penumpang.

Artinya, tidak hanya menyediakan sarana transportasi untuk perjalanan antar negara saja namun wajib memberikan fasilitas transportasi umum lokal di kawasan PLBN juga harus mendapat perhatian dari pemerintah.

Di samping itu, sekarang sudah tersedia layanan Angkutan Bus Perintis menuju PLBN Aruk, PLBN Skow, PLBN Motaain dan PLBN Sota yang dioperasikan Perum Damri.

Sementara PLBN lain yang berada di wilayah daratan belum ada layanan transportasi umum yang memadai. PLBN Sei Nyamuk di Pulau Sebatik (Kab. Sebatik Utara, Prov. Kalimantan Utara) sudah direncanakan tahun 2023 ada layanan Bus Perintis. Angkutan bus perintis ini untuk melayani awarga yang berada di Pulau Sebatik.

Trayek angkutan bus Perintis menuju PLBN melewati jalan nasional tidak selamanya mendapat subsidi dari Kemenhub.

Sepanjang rute perjalanan terdapat sejumlah pemukiman penduduk, sehingga dapat dibangun halte bus di pusat keramaian, seperti pasar, kantor kecamatan, kantor kelurahan.

Warga di sepanjang rute dapat memanfaatkan Bus Perintis PLBN untuk menuju ibukota kabupaten atau kota terdekat.

Setelah dilakukan kajian, lambat laun, tarif komersial dapat diterapkan dan bus perintis. Seperti halnya, rute Bus Perintis rute Tanjung Selor – Malinau (Provinsi Kalimantan Utara), semula perintis sekarang komersial.

Angkutan Lintas Batas Negara (ALBN) juga sudah melayani lintas Pontianak – Kuching dan Pontianak – Brunei melalui PLBN Entikong dan Kupang – Dili melalui PLBN Motaain.

Sekarang sedang proses membuka layanan lintas Singkawang – Kuching melewati PLBN Aruk.

Kawasan PLBN Entikong

Jika melihat kondisi yang sama, yakni di Tubedu wilayah perbatasan di Serawak (Malaysia) yang berseberangan dengan PLBN Entikong di Indonesia, sudah memiliki layanan transportasi umum.

Selain telah terbangun terminal barang di PLBN Entikong juga diperlukan terminal penumpang dan fasilitas transportasi umum.

Fasilitas transportasi umum yang dibutuhkan adalah adanya layanan angkutan umum Rute PLBN Entikong – Kota Sanggau, Rute PLBN Entikong – Kota Pontianak dan angkutan umum kawasan penunjang di sekitar PLBN Entikong.

Keberadaan terminal penumpang untuk memberikan tempat yang nyaman bagi kendaraan yang akan menyeberang mulai jam 05.00 menuju Serawak (Malaysia).

Selama ini sejumlah kendaraan itu memarkir kendaraannya di sepanjang jalan masuk menuju gerbang PLBN Entikong sepanjang 1 km – 2 km.

Kendaraan mulai antri memarkir di jalan itu mulai jam 03.00, yang didominasi kendaraan pribadi. Namun ada juga sejumlah Bus ALBN yang ikut antri setelah berangkat jam 07.00 dari Terminal ALBN Sei Ambawang.

Untuk sementara waktu sebelum terminal penumpang dibangun, halaman parkir TBI dapat dimanfaatkan untuk parkir sejumlah kendaraan yang akan melintas pagi hari di PLBN Entikong.

Keberadaan PLBN tersebut tidak hanya sekedar melayani pelintas batas. Namun dapat dikembangkan menjadi pusat ekonomi di wilayah perbatasan.

Ketersediaan pelayanan transportasi kurang mendapat perhatian. Baik transportasi sepanjang jaringan jalan pararel perbatasan maupun di sekitar kawasan PLBN tersebut.

Terdapat Terminal Penumpang tipe C milik Kab. Sanggau di jalan akses ke PLBN Entikong yang jaraknya sekitar 2 km ke PLBN Entikong.

Tahun 2018, Bus AKDP entikong – Pontianak masih beroperasi namun yang diangkut adalah barang. Sementara penumpang beralih menggunakan angkutan pelat hitam.

Keberadaan angkutan pelat hitam cukup marak di PLBN Entikong. Buruknya, sarana Bus AKDP yang usia armada sudah di atas 15 tahun, membuat penumpang makin menjauhinya.

Kewajiban pemerintah pusat dan pemda untuk bersama-sama memperbaiki layanan angkutan umum di perbatasan. Tidak hanya bangunan fisik PLBN yang bagus, sementara fasilitas angkutan umumnya terabaikan.

Penyertaan perbaikan layanan angkutan umum di kawasan perbatasan harus dilakukan agar pereknomian masyarakat perbatasan tidak jauh tertinggal dengan wilayah lainnya.

Aktivitas transportasi yang humanis, nyaman, aman dan berkeselamatan di wilayah perbatasan dapat menunjukan wajah terdepan Indonesia.

(Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat)

Facebook Comments Box