Industri helikopter di Indonesia memasuki masa transisi yang dipengaruhi oleh transformasi digital dan transformasi energi.
Kedua transformasi itu harus direspon secara positif dan benar. Vertical Take Off and Landing (VTOL) sebagai bagian dari transportasi udara membuka banyak kesempatan untuk dikembangkan terkait transformasi digital dan elektrifikasi.
Salah satunya adalah drone. Negara-negara manufaktur, seperti Amerika Serikat, Rusia, Jepang dan Eropa telah mengembangkan teknologi drone atau elektrik sejak sebelum pandemi Covid-19.
Bahkan, Buku Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Aviaton Outlook 2022-2023 menyebutkan, sejumlah negara akan terus mengeksplorasi kemungkinan proses transformasi energi ini di VTOL.
Pemangku kepentingan industri penerbangan, khususnya di sektor VTOL harus mematuhi dan mengikuti regulasi internasional. Indonesia jangan sampai salah mengimplementasikan dan merespon transformasi digital dan transformasi energi dalam membangun industri transportasi udara.
Baik produk maupun regulasi VTOL harus mengacu pada peraturan yang diatur oleh ICAO, FAA atau EASA. Ketiga lembaga penerbangan yang menjadi standar acuan penerbangan internasional itu, di antaranya mutlak mensyaratkan pilot on board walaupun produk.
“Transformasi ke digital dan energi listrik harus dilakukan secara tepat. Regulasi internasional harus tetap diikuti agar safety level penerbangan Indonesia tidak turun,” tulis buku yang diterbitkan INACA, yang merupakan sebuah Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia dibawah kepemimpinan Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja dan Bayu Sutanto, Sekjen INACA.
VTOL dioperasikan secara digital dan menggunakan energi listrik, bukan menggunakan avtur atau energi fosil.
Buku INACA itu menyatakan, jika Indonesia merespon secara positif dan benar persyaratan mutlak tersebut, maka akan membantu bukan hanya sekedar berpartisipasi terhadap global concern, tapi juga berpartisipasi menurunkan biaya operasional setiap pemain.
Banyak perusahaan otomotif di berbagai negara berlomba-lomba mengembangkan teknologi kendaraan terbang sejak tahun 2010.
Pengembangan kendaraan terbang mulai mengadopsi teknik terbang dan mendarat secara vertikal atau VTOL.
Skydrive, sebuah perusahaan kendaraan ramah lingkungan asal Jepang, baru-baru ini mengumumkan kerja sama dengan Suzuki mengembangkan kendaraan Electric Vertical Take Off and Landing (eVTOL).
Namun, baik otoritas maupun pengembang, belum memberikan lampu hijau penggunaan kendaraan futuristik ini sebagai alat transportasi manusia. Kendaraan itu diproyeksikan untuk menjadi layanan taksi terbang.
Kendaraan eVTOL dapat digunakan untuk mengirim logistik ke daerah-daerah yang sulit dicapai misalnya di wilayah pegunungan, pulaupulau terpencil, dan transportasi darurat. Inovasi kendaraan terbang eVTOL awalnya untuk solusi mobilitas di wilayah perkotaan.
Indonesia belum mempunyai Visual Flight Rules (VFR) yang dibutuhkan untuk penerbangan helikopter.
Aturan yang mengatur penerbangan helikopter adalah visual. Setiap perjalanan harus memiliki visual reference.
Helikopter terbang di ketinggian antara 5.000 kaki sampai dengan 6.000 kaki, minimal di 1.000 kaki dan pilot masih dapat melihat sekelilingnya secara visual.
Sekarang, helikopter sudah boleh terbang malam dengan menggunakan Instrument Flight Rules (IFR).
Pesawat jet komersial menggunakan IFR, karena pesawat terbang di ketinggian di atas 20.000 kaki. Di ketinggian itu tidak terlihat apa-apa dan pilot hanya melihat pada instrumen.
Menurut buku INACA tersebut, penerbangan helikopter dengan menggunakan IFR sulit dilakukan. IFR digunakan untuk penerbangan dengan minimum altitude 10.000 kaki.
Helikopter tidak dirancang untuk menahan tekanan udara (pressurized) di ketinggian lebih dari 10.000 kaki. Penumpang bisa mengalami hipoxia, kekurangan oksigen di dalam tubuh.
“Kita sedang mengupayakan agar helikopter dapat terbang malam dengan aturan visual flight rules. Aturan waktu penerbangan helikopter dari pukul 06.00 pagi sampai dengan 18.00 sore masih berlaku.”
Penerbangan malam helikopter juga akan tetap mengikuti peraturan-peraturan lain yang berlaku, seperti tidak boleh terbang melewati istana negara dalam jarak tiga nautical mile dan area-area terlarang lainnya. BIG