Bisnis

Petani Kabupaten Bantul Untung Tanam Bawang Merah Agro Electrifying

×

Petani Kabupaten Bantul Untung Tanam Bawang Merah Agro Electrifying

Sebarkan artikel ini
Panen perdana bawang merah dengan metode agro electrifying di Kelurahan Parangtritis, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). (dok. jogjaprov.go.id)

Tanaman bawang merah dengan metode agro electrifying memberi keuntungan bagi petani di Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Bahkan, panen perdana bawang merah dengan metode agro electrifying di Kelurahan Parangtritis berhasil memberikan keuntungan antara Rp50 juta hingga Rp70 juta per hektare.

Dari setiap hektar lahan yang ditanami bawang merah dengan metode ini, mampu menghasilkan 18 ton sampai dengan 20 ton, lebih tinggi di atas rata-rata nasional yang hanya menghasilkan 10 ton per hektare.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X memimpin panen perdana bawang merah yang ditanam dengan metode agro electrifying di Kalurahan Parangtritis, Kretek, Kabupaten Bantul pada Kamis (24/8/2023).

Sri Sultan memimpin panen perdana ini bersama dengan Bupati Bantul Abdul Halim Muslim, Dirjen Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto dan Kepala DPKP DIY Sugeng Purwanto.

Kabupaten Bantul bagian Selatan Provinsi DIY dikenal sebagai sentra penghasil bawang merah.

Para petani yang tergabung di dalam Gapoktan Paris Makmur ini, menerapkan metode agro electrifying, dengan kegiatan pertanian sudah meninggalkan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai sumber energi utama.

Mereka memenuhi energi melalui listrik yang terbukti mampu mengefisiensi hingga 70%. Metode ini juga membuat area pertanian terbebas dari polusi.

Sri Sultan menjelaskan, budidaya bawang merah dengan metode agro electrifying ini mendapat dukungan dari dana keistimewaan, dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Bawang merah menurutnya hanya salah satu dari sekian banyak upaya yang dapat dilakukan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan.

Terlebih saat ini, Sri Sultan sedang menggencarkan pemanfaatan Tanah Kas Desa untuk dipergunakan oleh masyarakat sebagai upaya meningkatkan taraf hidup.

“Bagi mereka yang miskin dan nganggur, wajib bagi kelurahan menyediakan sebagian TKD untuk digunakan mereka dengan sistem sewa. Mboten gadhah yotro kalau nyewa? kita bayari pakai dana keistimewaan, nanti kalau ada hasil baru dikembalikan. Tidak ada alasan lagi kelurahan menyewakan ke pihak lain. Harus nolong rakyatnya sendiri dulu, bukan dari kelurahan lain yang ditolong untuk nyewa bikin kantor dan sebagainya,” tuturnya.

Mengenai keberhasilan pertanian yang mampu memberikan penghasilan lebih, Sri Sultan ingin hasil tersebut mampu meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga petani.

Para petani jangan sampai terlena dengan perilaku konsumtif, sehingga melupakan apa yang menjadi kewajibannya, yaitu mensejahterakan keluarga.

“Saya kira dengan kenaikan penghasilan itu bagaimana kehidupan keluarganya bisa lebih baik ya. Jangan Mo Limo (Madon, Mendem, Maling, Main, Madat),” jelasnya.

Sri Sultan menegaskan bahwa Lurah nanti mencabut izin penggunaan TKD mereka kalau melakukan Mo Limo, karena ingin semua itu untuk kebahagiaan maupun kehidupan keluarga agar jauh lebih baik. “Jangan di rusak. Anggere ora ngurusi keluargane, lemahe tak jaluk.”

Mengenai fluktuasi harga, Sri Sultan menyebutkan lumrah dan harus disikapi sewajarnya.

Hal tersebut bisa disiasati oleh petani dengan membaca iklim dan musim. Bisa belajar dari daerah lain, seperti Brebes yang berhenti panen ketika memasuki September, agar bawang merah tidak busuk.

“Saya berharap jangan terus semua nanam bawang merah, kira-kira 2.000 hektare hingga 2.500 hektare mungkin maksimal. Jangan sampai lebih, karena nanti fluktuasi harga makin menjadi, karena panennya tidak bareng. Nanti antar teman Gapoktan saling bersaing, sehingga harganya malah jadi rusak. Jangan sampai, harus dijaga,” kata Sri Sultan.

Dirjen Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengatakan, ditinjau dari budidaya bawang merah dan Provinsi DIY berhasil mengelola lahan marginal menjadi lahan produktif yang menyejahterakan.

Menurutnya, metode agro electrifying ini selain menghemat operasional sebanyak 70 %, juga mampu mengurangi penggunaan pestisida.

Dia menegaskan, permukaan air tanah di kawasan pertanian ini relatif dangkal dan dengan adanya agro electrifying mampu menekan penggunaan pestisida, karena penggunaan pestisida berlebihan pada muka air tanah yang dangkal mengakibatkan pH tanah turun.

“Tadi kami datang ke lapangan bersama Pak Gubernur, melihat di kawasan pertanian, tidak ada bau pestisida. Biasanya, kalau angin kencang begini, di daerah lain sudah sangat kencang bau pestisidanya,” ujarnya.

Artinya, dengan konsep-konsep seperti yang sudah dikembangkan oleh masyarakat atau petani di Provinsi DIY memberikan dampak positif yang luar biasa. BIG

Facebook Comments Box